Ditulis Oleh: Baiq Dwi Suci Anggraini, S.Psi
(Mahasiswa Ma'had Khalid bin Al Walid Universitas Muhammadiyah Mataram)
Pada awal kemerdekaannya, Indonesia mulai mengalami gunjang-ganjing peristiwa pengkhianatan oleh bangsanya sendiri. Dimulai pengkhianatan oleh G30s-PKI hingga pada perubahan redaksi kalimat piagam Jakarta yang konon disebabkan oleh adanya tokoh yang mengkhianati perjuangan bangsa ini. Teks dalam Piagam Jakarta pun diubah bunyinya sampai saat ini kita kehilangan tujuh kata dari teks aslinya.
Pertarungan antara keinginan pahlawan agama di negeri ini kepalang basah dikhianati oleh provokator bangsa yang sengaja merusak kehadiran agama dalam isi teks asli Piagam Jakarta tersebut. Pengkhianatan demi pengkhianatan terus berdatangan, Indonesia pun terjajah oleh nilai-nilai Pancasilanya sendiri.
Pancasila yang mulanya dianggap sebagai ideologi bangsa nyatanya merupakan falsafah atau pandangan hidup saja. Pancasila adalah sekumpulan nilai-nilai atau pandangan manusia yang tidak terdapat didalamnya cara penegakan atau penerapan dari masing-masing sila tersebut. Etisnya, sebuah nilai yang tidak memiliki pemikiran mendasar serta metode untuk menerapkan pemikiran tersebut tidak tepat disebut sebagai ideologi bangsa.
Faktanya tidak pernah ada satu Negara pun sampai hari ini yang mengumumkan dirinya menganut sebuah ideologi semisal Pancasila, kecuali yang terdengar hanya diantara Kapitalisme atau Sosialisme. Kenyataan ini mestinya dikaji lebih serius oleh seluruh elemen bangsa untuk merumuskan kembali ideologi manakah sebenarnya yang dianut Indonesia sejak kemunculannya. Sejatinya, Pancasila bukanlah ideologi.
Menarik kesimpulan dari beberapa keinginan pendahulu bangsa ini, realitanya Indonesia pernah dipimpin oleh seorang tokoh proklamator Ir. Soekarno. Dengan cita-citanya ia mencoba mewujudkan Indonesia yang ber-Nasakom, namun cita-cita itu tidak mewujud dalam arah pembangunan negeri ini setelah ia melepaskan diri dari kolonial. Lepas dari jajahan secara fisik, Indonesia masih belum sadar sepenuhnya bahwa rumahnya sedang berada dalam pengawasan dan mata-mata penjajahan gaya baru.
Neo liberalisme sebagai model jajahan gaya kekinian telah merubah wajah Indonesia menjadi sebuah negeri yang sama sekali tidak berideologi. Nasakom yang dicita-citakan Soekarno dampaknya bukan malah menyatukan seluruh komponen bangsa, melainkan semakin menyumbat penentuan ideologi bangsa ini. Nasionalisme Agama dan Komunisme selamanya tidak bisa disebut-sebut sebagai ideologi, sebab ketiganya tidaklah sama dari segi pemikiran maupun metode pelaksanaan dari pemikiran mereka.
Muncul suara sumbang yang menyatakan bahwa cinta tanah air sebagian dari iman merupakan bentuk nasionalisme rakyat pada Indonesia. Sebetulnya suara-suara ini tidak perlu dimunculkan ke tengah masyarakat selama Indonesia saja masih kebingungan menentukan ideologi mana yang sedang mereka perjuangkan.
Sikap kecintaan berlebih terhadap suatu daerah atau negeri yang disimpulkan sebagai bagian dari jiwa nasionalisme nyata-nyata tidak sanggup menyelamatkan bangsa ini dari campurtangan penjajah asing. Berjiwa nasionalisme saja tidak cukup memodali Indonesia agar terbebas dari ancaman bangsa lain yang berupaya merampas habis kekayaan Indonesia.
Dengan demikian suara-suara sumbang yang mengatakan nasionalisme sebagian dari iman adalah sumbang, sejatinya jiwa seperti itu tidak akan bisa melindungi Indonesia dari intimidasi yang dilakukan para kapitalis berjas necis.
Menyadari pemerintah yang menjalankan nilai-nilai diatas harusnya menjadi aktivitas semua pihak, karenanya rakyat mesti bekerjasama demi tercapainya sebuah ideologi yang benar. Apabila sebelumnya Indonesia sempat berkali-kali dikhianati kaum komunis, sepatutnya setiap elemen membendung upaya penegakan kembali ideologi komunisme di negeri tercinta ini.
Adapun pemikiran masyarakat yang terlanjur terjangkit ide komunisme baiknya segera dilunturkan agar tidak mewabah dan menjangkiti generasi muda berikutnya. Kegiatan penyadaran ini harus dimulai dari sikap tegas pemerintah terlebih dulu untuk memberikan keterangan menyeluruh kepada rakyat tentang ideologi yang sedang diembannya.
Selama ideologi itu diakui mempunyai pemikiran dan metode penerapan yang dapat menjaga Indonesia dari cengkeraman asing dan aseng, mustahil rakyat akan berkhianat pada penguasa para pemilik kekuatan. Sebaliknya, apabila ideologi itu diyakini masyarakat rusak dan gagal memerdekakan Indonesia dari segala bentuk ancaman maka kita tidak bisa mengharapkan belak kasih kepada rakyat agar mau dipinang. Dengan begitu aktivitas perumusan ideologi bangsa mestinya dimulai dari menyusun kerangka pemikiran dan metodenya terlebih awal, baru kemudian menawarkan kepada rakyat untuk segan diatur dengan ideologi yang dihendaki.
Berpikir Menghasilkan Idealisme
Aktivitas berpikir tidak pernah mengkhianati langkah yang ditempuh selama hasil pemikirannya dibangun dari standar berpikir yang benar. Dengan kata lain berpikir disini membutuhkan sumber pemikiran yang tidak mungkin mengkhianati akal dan tentunya selaras dengan jiwa rakyat.
Semisal diberikan kepadanya rumusan ideologi kapitalisme, kebanyakan mereka menolak lalu mengabaikan dengan tetap memegang teguh Pancasila sebagai ideologi. Jelas sekali sumber pemikiran semacam ini keliru diakibatkan Pancasila tidak lebih dari gabungan nilai-nilai yang tidak menuntut pemilik kekuatan untuk menerapkannya.
Pasalnya, siapapun yang berkekuatan hukum bebas membayar hukum selama punya senjata untuk menodong hukum di Indonesia. Yang lemah yang jatuh, artinya yang tidak berdaya tidak mungkin bisa selamat dari sanksi hukum di Indonesia. Berbeda halnya dengan pemilik modal, investor asing, orang-orang terkaya dan memiliki jabatan tinggi di negeri ini, sekecil hatta sebesar apapun kesalahan yang dilakukan di hadapan hukum tetap tidak berarti apa-apa dikarenakan mereka lebih kuat kantongnya daripada sanksi hukuman itu sendiri.
Singkatnya, fakta-fakta keji seperti ini tidak lagi bisa mengobati penyakit rakyat yang sudah terlanjur kesal pada slogan-slogan negeri ini yang kelihatannya merangkul ternyata memukul habis mereka yang tak berkantong. Fakta-fakta hukum yang buruk dan tidak menyenangkan di depan mata rakyat saat ini nyatanya telah mengkhianati nilai dari Pancasila itu sendiri, oleh karenanya Pancasila sendiri tidak bisa dijadikan rujukan pasti dalam merumuskan pemikiran untuk membentuk sebuah ideologi.
Sama halnya dengan nasionalisme, ide ini juga tidak layak dilemparkan kepada rakyat yang terlalu cerdas mencerna setiap peristiwa perpolitikan bangsanya. Datang ancaman dari negeri seberang yang dinilai mencuri teluk, pulau dan lautan saja tidak digubris oleh pemerintah. Padahal hakikatnya nasionalisme dituntut cepat menyelesaikan semua problema bangsa sebagai wujud cinta tanah air pemerintah terhadap negeri mereka, tetapi fakta di lapangan justru pemerintah telah betul-betul abai dari urusan tersebut.
Tidak mencerminkan bentuk kecintaan pada tanah airnya, penguasa hari ini justru berlomba-lomba menjual murah kekayaan alam dan hasil pembangunan negeri ini. Esensinya, nasionalisme saja tidak patut dijadikan sumber pemikiran untuk membentuk sebuah ideologi yang paripurna, sempurna dan tampil sebagai penjaga terdepan negeri ini.
Berikutnya komunisme yang digadang-gadang adalah pahlawan negeri ini nyatanya telah meniadakan agama dari urusan manusia. Paham komunisme sama sekali tidak mengakui keberadaan Tuhan yang berdampak pada pembunuhan para Jenderal, ringkasnya para pengemban ideologi keliru ini telah menghabisi setiap orang yang menolak pemikiran mereka secara sempurna.
Unsur pemaksaan yang mereka lakukan bagi para penentangnya adalah efek dari kesalahan berpikir dan meniadakan akal sehat dalam menimbang serta memprioritaskan keselamatan bangsa. Sejarah telah banyak mencatat kegagalan komunisme sebagai ideologi sehingga ia tak pula pantas ditawarkan kepada rakyat Indonesia untuk memimpin bangsa ini.
Sebabnya, ideologi sosialisme dan komunisme yang merupakan sepaketan ideologi telah dibuang oleh banyak Negara dari kancah perpolitikan dunia saat ini. Begitu pula Indonesia yang telah terang-terangan memusuhi komunismen mestinya sungguh-sungguh dan lebih giat memberantas pemikiran sampai kebangkitannya.
Tersisa yang terakhir dari rumusan Nasakom Soekarno, yakni Agama. Cocok tidaknya agama dijadikan sebagai sebuah ideologi kini mulai ditakuti musuh negeri ini, yakni kapitalisme dan komunisme. Kedua ideologi tersebut menyerang para pengajar agama mulai dari murid-muridnya sampai kepada guru-guru mereka, baik yang disebut Ustadz maupun berlabel Ulama'.
Bahkan saat ini Indonesia telah kehilangan jati dirinya sebagai negeri berpenduduk mayoritas muslim, dimana para pembicara urusan agama mulai diintimidasi hingga dipersekusi dengan tuduhan-tuduhan yang palsu. Fitnah-fitnah yang dilemparkan kepada para pengajar-pengajar ilmu agama pun diperkuat dengan sinis, ditambah pula kehadiran Perpu Ormas beberapa waktu lalu memang kelihatan sekali sengaja disahkan demi meminimalisir gerak para perencana ideologi agama.
Hadirnya agama sebagai solusi terakhir yang dilirik masyarakat sekarang mulai diintimidasi kaum yang tidak suka akan kemunculannya. Beberapa pihak mulai grasak-grusuk mengikuti kemana perginya para pembelajar dan pengajar agama tadi, dibuntuti sampai lubang semutnya, lalu perkumpulan mereka akhirnya dibubarkan dan mengalami intimidasi yang seharusnya tidak patut mereka tuai sebagai orang-orang yang sangat mencintai tanah air ini.
Namun agaknya kecintaan para pemuka agama terhadap bangsa ini agaknya terlihat kerdil dalam kacamata para pendukung Perpu Ormas yang memberantas keberadaan ormas agama. Mulai berderet nama tokoh-tokoh agama negeri ini yang mengalami pembubaran saat sedang membagi ilmu kepada masyarakat, nyata sekali asas Bhinneka Tunggal Ika sengaja dicabik-cabik oleh musuh-musuh ideologi agama di Indonesia.
Penentangan demi penolakan dituai oleh orang-orang yang menawarkan ideologi paripurna sebagai jalan berpikir untuk memperoleh pemikiran yang sehat, sempurna dan menyempurnakan. Pengingkaran terhadap agama pun kemudian membuat geram mayoritas umat beragama apapun keyakinan mereka, maka jelas sekali rakyat ini sebenarnya tidak menolak mentah-mentah kehadiran serta ajaran agama.
Tidak ada pembenaran yang dapat dilontarkan sebagai alasan sebuah ajaran agama pantas dinilai beraliran keras atau radikal. Sehingga terakhir penulis ingin menyampaikan, berpikir dengan standar yang benar dan menguliti fakta secara keseluruhan akan membawa rakyat menyadari idelisme dan ajaran yang kiranya membuat adem negeri ini.
Berpikirlah dengan sumber pemikiran yang paripurna agar menghasilkan idealisme yang kuat untuk bangsa ini. Mari kembalikan Indonesia pada titah idealismenya yang bersih dari pengkhianatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H