Abstrak
Keluarga merupakan pendidikan pertama seorang anak. Anak akan belajar banyak hal pada lingkungan keluarga sebelum mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar. Hal ini juga berlaku pada anak usia 5-6 tahun yang pada usia tersebut anak belum mendapatkan pendidikan dasar. Lingkungan keluarga berpengaruh dalam menentukan bagaimana karakter anak terbentuk. Lingkungan keluarga juga mempengaruhi bagaimana perkembangan psikososial anak. Salah satu yang mempengaruhi perkembangan psikososial anak adalah pola asuh orang tua. Pola asuh ini juga salah satu bagian dari lingkungan keluarga. Perkembangan psikososial anak usia 5-6 tahun yang baik dapat dilihat dari kepercayaan diri anak, kemandirian anak, bagaimana anak dalam mengambil keputusan, anak memiliki inisiatif, dan bertanggung jawab.
Kata kunci: lingkungan keluarga, psikososial, pola asuh, dan anak usia dini
Pembahasan
Pola asuh orang tua adalah pola pengasuhan orang tua terhadap anak yang meliputi bagaimana mendidik, membimbing dan melindungi anak dalam proses pendewasaannya serta mebentuk perilaku baik pada anak sesuai dengan kehidupan masyarakat (Fitriyani, 2015) dalam (Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2021). Setiap orang tua memiliki pola asuh yang berbeda-beda tergantung dari latar belakang pendidikan orang tua, budaya dan lingkungan. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan anak khususnya anak usia dini. Salah satunya adalah perkembangan psikososial.
Psikososial adalah isitlah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan kondisi sosial dengan kesehatan mentalnya (Asmadi, 2008) dalam (Rosya, 2019). Psikososial juga dapat diartikan dengan hubungan kesehatan mental, pikiran, dan perilaku seseorang (psiko) dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat (sosial) yang saling berinteraksi dan mempengaruhi. Perkembangan psikososial anak usia dini merupakan perkembangan hubungan mental dengan kondisi sosial seorang anak yang berusia 0-6 tahun.
Salah satu tokoh yang terkenal dengan teori psikososial adalah Erik H. Erikson. Erikson berpendapat bahwa budaya masyarakat membantu perkembangan anak dalam membentuk berbagai macam daya ego yang dibutuhkan dalam menerima berbagai peran dan tanggung jawab sosial. Erik H. Erikson membagi tahap perkembangan psikososial menjadi 8 tahap yaitu, trust vs mitrust (percaya atau tidak percaya) terjadi pada usia 0-2 tahun, autonomy vs shame (kemandirian vs rasa malu) terjadi pada rentang usia 2-3 tahun, invitiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah) rentang usia 3-6 tahun, industry vs inferiority (kerja aktif vs rendah diri) pada usia 6-12 tahun, identity vs role confusion (identitas vs kekaburan peran) pada usia 12-20 tahun, intimac vs isolation (keakraban vs keterasingan) usia 20-40 tahun, generativity vs stagnation (generatifitas vs stagnasi) usia 40-65 tahun, dan integrity vs despair (integritas ego vs keputusasaan) usia 65tahun-lanjut usia (Nehru, n.d.).
Tahap psikososial yang terjadi pada anak usia 5-6 tahun adalah tahap invitiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah). Pada tahap ini anak mulai belajar merencanakan sesuatu dan berusaha melaksanakan tindakan yang ingin dilakukan. Jika perkembangan pada tahap ini berhasil dicapai, maka anak akan memiliki rasa tanggung jawab. Namun jika perkembangan tahap ini tidak tercapai, maka anak akan merasa ragu-ragu dan kurang inisiatif. Salah satu faktor yang mempengaruhi psikososial anak adalah pola asuh orang tua.
Pola asuh ini sangat berpengaruh karena ini menentukan bagaimana karakter, perilaku dan pola pikir anak yang akan terbentuk. Pada tahap ini anak membangun rasa percaya dirinya dalam membangun sesuatu. Dalam hal ini dibutuhkan dukungan orang tua dalam membangun rasa percaya dirinya dan bimbingan dalam menemukan minat dan bakat yang disukai anak. Jika perkembangan psikososial anak dapat tercapai anak akan memilki rasa percaya diri, memiliki inisiatif, dan anak akan lebih mandiri. Namun, jika perkembangan psikososial anak tidak tercapai anak akan memiliki sifat tidak mandiri, kurang insiatif, pemalu, dan kurang dalam kemampuan bersosialisasi.
Jika pola asuh orang tua otoriter diterapkan pada anak usia 5-6 tahun, anak tidak dapat melakukan apa yang ia inginkan sehingga anak terbiasa melakukan apa yang ditentukan oleh orang tua dan ketika anak akan melakukan apa yang ia rencanakan anak akan merasa ragu-ragu. Anak juga akan menjadi kesulitan dalam mengambil keputusan karena terbiasa diatur oleh orang tua sehingga anak menjadi bergantung pada orang tua dan kurang mandiri. Pola asuh ini dapat menyebabkan anak frustasi karena keinginan dan hobinya tidak dianggap dan dapat membebani anak karena tuntutan orang tua (Yulianto, 2017) dalam (Fikriyyah et al., 2022)
Lain halnya dengan pola asuh permisif. Pola asuh permisif merupakan pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak bertindak sesuai dengan yang anak inginkan dan orang tua tidak memberikan aturan atau batasan (Ayun, 2017). Pola asuh ini kurang cocok bagi anak usia 5-6 tahun. Perkembangan psikososial anak usia 5-6 tahun masih membutuhkan arahan agar anak tidak melakukan perilaku yang tidak baik.