Lihat ke Halaman Asli

Pelajaran dari Jogja: Murahnya Harga Sebuah Nyawa

Diperbarui: 10 Februari 2016   21:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh, berita yang sangat memalukan Jogja sebagai kota pendidikan. Dari awal 4 kini telah menjadi 26 korban tewas akibat MIRAS OPLOSAN.

Banyak yang menganggap para pelaku sekaligus korban ini sebagai “bodoh”. Kenapa? Karena orang-orang ini tak mampu mengambil hikmah dari sebuah peristiwa yang terjadi berulang-ulang ...”

Mengerikan karena menurut para dokter yang merawat korban hidup bahwa Oplosan itu SANGAT tidak layak diminum. Ada metanol, spiritus, cairan obat nyamuk bahkan pembersih lantai. Andai tak mati, maka lumpuh dan buta permanen adalah efeknya.

Ada beberapa “kesimpulan” dengan terjadinya “bunuh diri massal” via oplosan ini.

1. Media pilih Kasih

Meski berita ini “menang” dari jumlah korban, namun daya dobraknya masih kalah dengan kasus Jessica – Mirna alias kopi sianida. Bayangkan 26 nyawa kalah dengan berita Kopisianida. Entah apakah karena kasus Miras oplosan sudah menjadi “tradisi” ataukah karena kasus Kopisianida lebih menasional. Baru beberapa hari setelah kasus ini dimuat media lokal, beberapa stasiun Televisi mulai mem-blow up-nya. Atau apakah “lokasi” kejadian berbeda kelas? Yang miras oplosan di sebuah rumah warga biasa sedangkan Kopiasianida di sebuah Cafe?? 

Sungguh menyedihkan. Kasus bunuh diri massal ini dianggap hal biasa.

2. Murahnya Harga sebuah Nyawa

Salah satu penyebab kasus oplosan terus berlanjut adalah LEMAHNYA daya gigit Perda terhadap para penjual Miras tersebut. Bayangkan, puluhan nyawa hanya diharga dengan tuntutan TIPIRING alias Tindak Pidana Ringan, yang palingan Cuma berupa peringatan atau kurungan beberapa bulan saja... ckckckck. Luar biasa. Kasus terus berlanjut dengan jumlah korban berbeda – beda. Tak hanya anak muda calon penerus bangsa, orang tua yang harusnya jadi panutan pun acap jadi pelaku sekaligus korban. Yang mengherankan, tak ada niat sedikit pun dari pihak terkait untuk melakukan PERUBAHAN terhadap Perda tersebut. Ini membuat penjual akan jingkrak-jingkrak. Mending bayar denda 5 juta. Lalu bebas dan berjualan lagi. 

Bukannya ingin membenarkan Agama yang saya anut, Islam atau pun menerapkan hukum Islam. Dalam Islam, siapa saja yang berurusan dengan Miras, maka dia TERMASUK orang-orang yang berdosa. Mulai dari Pembuat, Penjual, pengantar, penyaji, penikmat bahkan orang yang ikut membersihkan gelas yang dipakai untuk minum!!! Minum Khamar (miras) adalah DOSA BESAR!!!

Lalu, apakah harus menunggu sang korban dari KELUARGA mereka, Perda tersebut baru akan direvisi??? Ughhhh .....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline