Lihat ke Halaman Asli

(FFA) Akhir Indah Buat si Metik...

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13822874231830669846

Oleh: Bain Saptaman (144)

...................................................

“HABIS manis sepah dibuang”

Itulah yang dirasakan si Metik. Berpuluh tahun menemani tuannya bahkan sejak jaman kuliah, kini dia ditelantarkan di pojok gudang nan pengap. 20 tahun seakan menjadi waktu yang mudah terlupakan. Perjuangannya seakan lenyap tak berbekas.

Oh ya, Metik adalah sebuah mesin ketik tua bermerek “brothers”.

Mesin ketik tangguh ini dimiliki pak Sapto sejak jaman dia kuliah di sebuah perguruan Negeri ternama di Kota Gudeg. Bisa dibilang, di mana ada Pak Sapto, di situ ada Metik. Keduanya bak tak terpisahkan.

Kini, semua kenangan itu telah berlalu. Di mulai di awal tahun 2000, saat Pak Sapto yang sudah menjadi PNS Guru di sebuah sekolah ternama di Jogja. Pulang dari sekolah, ternyata Pak Sapto mampir ke sebuah toko elektronik. Ya, beliau ingin sekali memiliki sebuah PC. Dia menganggap Metik sudah terlalu lamban buat menemaninya mengerjakan tugas-tugas administrasinya sebagai guru. Mulailah sejak kedatangan si PC, Metik tersingkirkan.

Dan, duka Metik pun kian bertambah, saat tahun lalu, pak Sapto membawa pulang si Lappy, sebuah komputer jinjing dengan merek terkenal. Dari sini, di mulailah penderitaan si Metik.Hinaan, sindiran dan pelecehan hampir tiap hari diterimanya dari si Lappy.

“Hei besi tua...”

“Kasian udah kakek-kakek. Siap masuk kubur ya?”

“Jaman udah maju, masih cletak-cletok...Ganggu orang tidur tahuuuuuu !”

“Kamu tahu, hargaku itu bisa buat beli kamu sampe 1000 biji...”

“Eh, bentar lagi dirimu diberikan sama pakKijun...si pemulung itu. Daripada menuh-menuhin rumah pak Sapto...hahahahah”

Dan sederetan hinaan lainnya.

Memang, hampir setiap hari, Pak Sapto membawa si Lappy ke sekolah di mana beliau mengajar. Jujur, Lappy memang sangat gesit dan tangkas. Dan, pak Sapto makin mencintainya dan, akibatnya, makin melupakan si Metik.

***

HINGGA suatu siang.....

“Bu.... apa tidak sebaiknya si Metik kuberikan Pak Kijun si pemulung itu?”

“Ahhh...Bapak gimana sih? Jangan Pak...Jangan!”

“Kenapa, Bu? Dijual saja?”

“Pak......berapa sih harga si Metik kalau dijual?”

“Terus, kenapa ibu menolak....kan Cuma menuh-menuhin rumah”

Lalu, tanpa membalas, Bu Sapto ngeloyor menuju ke Kamar. Membiarkan Pak Sapto bengong sendirian. Tak lama, Bu Sapto pun muncul sambil membawa setumpuk kertas. Sepertinya sekumpulan surat.

"Bapak tahu, ini apa?”

“Lho, itu khan surat-surat cinta Bapak saat kita belum menikah dulu?”

“Bagus bapak masih ingat. Bapak tahu, hampir semua surat ini, Bapak buat dengan bantuan si Metik. Karena tulisan Bapak dulu jelek khan? Ibu ingat sekali, Pak. Huruf A besar di semua surat ini, hilang bagian tengahnya hingga mirip segitiga tanpa alas. Itulah ciri-ciri si Metik, Pak”

Pak Sapto terdiam.......

“Bahkan, uang yang dipakai Bapak untuk mentraktir ibu di warung soto itu juga berkat jasanya Metik khan Pak? Metik bersusah payah membantu Bapak mencari uang dengan membuka jasa terjemahan.”

Pak Sapto kembali terdiam

“Pak, bagi ibu...Metik adalah monumen cinta kita. Dia tak tergantikan. ....Tegakah Bapak membuangnya?”

***********

Poentjakgoenoeng, 20-10-13

Untuk membaca karya dari peserta yang lain, silahkan mengunjungi akunFiksiana Community.


1382197493208552644

met ultah planetkenthir....

foto: dw collection

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline