Lihat ke Halaman Asli

Google Telah Membunuh Bisnis Ini...

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13383096321750731844

Hidup merantau dan jauh dari orang tua memang membuat kita harus kreatif Terutama menyiasati bidang keuangan. Biaya kuliah, Kos, Buku  dan keperluan sehari-hari Membikin saya harus putar otak. Untunglah…. saya cukup nyaman bisa kuliah di Jurusan Bahasa Inggris IKIP Yogyakarta (sekarang UNY) Kenapa? Alhamdulillah… saya bisa mencari pemasukan dengan 2 cara. Yakni secara individu dan secara berkelompok. Secara individu mudah ditebak….yakni memberi les bahasa Inggris. Ini asyik Pertama, saya lebih bisa mendalami materi / bahan pelajaran yang kelak berguna Pada saat saya menjadi guru. Kedua, saya sudah mulai bisa memahami karakter anak didik Sebelum saya benar-benar terjun di dunia pendidikan (baca: sekolah). Income yang saya peroleh cukup lumayan karena untuk transportasi saya bersepeda. Mengapa saya lebih suka memberi les secara individu, bukannya ikut bimbel? Memberi les lewat bimbel membikin saya seperti “sapi perah” di mana kita bekerja keras Hanya untuk membesarkan lembaga tersebut. Sedangkan penghasilan, jauh panggang dari api. Ini pernah dialami beberapa teman yang akhirnya memilih keluar dari lembaga tersebut. Selain secara individu, saya bekerjasama dengan beberapa teman membuka “bisnis terjemahan” Ada yang bertugasjaga kios dan menerima orderan di daerah Janti dan Babarsari Sedangkan saya menjadi penterjemah bersama seorang rekan lain Ini sangat menjanjikan. Bayangkan, satu halaman “terjemahan jadi” dengan spasi rangkap saya menerima 2ribu (pada saat itu harga satu susu kental kaleng Rp 1.100. Sekarang Rp 8.000-an) Dan ini akan lebih besar lagi bila orderannya berupa Terjemahan Indonesia ke dalam Bahasa Inggris dan minta “kilat” (selesai 1 hari). Pelanggan kami kebanyakan mahasiswa “kaya” yang bingung ketika mendapat tugas menterjemahkan dari dosennya. Tarif yang kami tetapkan bagimereka tidak pernah menjadi masalah. Ada banyak keuntungan dari bisnis ini Pertama, saya bisa memahami ilmu lain selain pendidikan, seperti teknik arsitektur, ekonomi, Politik, pertanian dll. Kedua,saya semakin menyadari bahwa “menterjemah” adalah sebuah seni. Kenapa? Dari orderan yang saya terima berupa fotokopian berbahasa Inggris, ternyata kadangkala Sudah terdapat arti dari kata-kata sulit dalam teks tersebut. Lalu saya Tanya: “Kok tidak diterjemahkan sendiri saja, Mas? Khan kata-kata sulitnya sudah diartikan…..” “Bener mas… Cuma saya bingung, yang mana yang harus saya tulis lebih dulu !!!” Nahh… ternyata menterjemah adalah sebuah seni bagaimana menaruh sebuah kata mendahului Kata yang lain agar bermakna. Ketiga, penghasilan bisnis terjemahan ini bisa mengantarkan saya hingga lulus kuliah dan Menjadi guru hingga sekarang. Semua biaya kuliah, kos, KKN kebutuhan sehari-hari hingga Wisuda bisa saya “handle” dengan income terjemahan ini. Bagaimana membagi waktu kuliah dengan bekerja? Ternyata guru bimbel tidak terlalu banyak memakan waktu bila dibandingkan menjadi Penterjemah. Menterjemahkan itu melelahkan dan menguras fikiran apalagi di-deadline Dan untuk itu, saya perlu memberi apresiasi khusus buat ketiga soulmate saya ini Onthel yang telah menemani saya jadi guru dari 1994 hingga kini Ini adalah kamus ketiga saya karena yang pertama dan kedua sudah hancur. Sedangkan mesin ketik brother ini masih saya simpan meski nyaris tak terpakai karena adanya PC

1338309697508091964

Sayang .. Kini bisnis terjemah sudah sepi. Google Translate telah membunuh bisnis itu ..... ..................... poentjakgoenoeng, 29-5-2012'''

1338310361656191697

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline