Lihat ke Halaman Asli

Saat Pemungut Sampah Harus Membayar Biaya RS dan Ambulan...

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13986956131212606605

Hidup di Kampung Itu Menyenangkan...Percayalah

Sejak 1996 saya tinggal di kampung yang saya huni sekarang. Sebuah kampung kecil di daerah Banguntapan Bantul. Meski kampung, akses untuk ke kota Jogja sangat mudah dan dekat. Banyak hal yang menyebabkan saya betah tinggal dan menjadi orang Kampung seperti teposliro dan tingkat kepedulian terhadap sesama yang tinggi , seperti terjadi beberapa hari lalu

Salah seorang tetangga kami, Pak Genjun, mendapat musibah. Anak pertamanya yang tinggal di Jakarta bersama suaminya meninggal dunia pasca operasi tumor kandungan. Beliau wafat meninggalkan seorang anak yang belum genap 1 tahun. Sang anak, yang berusia 20 tahunan, meninggal sekitar pukul 09.00 hari Minggu tanggal 27 April 2014. Berita ini cukup membuat heboh kampung saya. Kenapa? Karena jenazah tak bisa dibawa pulang ke Jogja karena keluarga almarhumah harus membayar biaya Rumah Sakit sebesar 3 juta dan ambulan pun 2 juta.

Perlu diketahui, Pak Genjun ini adalah pemungut sampah di Kampung kami. Beliau berkeliling 2-3 hari sekali untuk mengangkut sampah-sampah di RT 04 dan 05 kampung kami. Penghasilan sebagai pengangkut sampah jelas kurang mencukupi. Apalagi, iuran warga untuk retribusi sampah sebulan sekali sekitar 15 ribu. Kadang beliau mendapat tambahan penghasilan dengan memilah-milah sampah yang masih bisa dijual sendiri, seperti kertas, kardus, botol air mineral dll. Jadi, uang 6 juta untuk membayar RS dan ambulkan terlalu berat. Bagaimana dengan suaminya? Suaminya hanya pekerja di perusahaan kecil yang tidak masuk Jamsostek.

Akhirnya berita ini menyebar di Kampung dan dengan inisiatif Dukuh dan beberapa warga lalu diambil keputusan...Almarhum harus dipulangkan ke Jogja dan dimakamkan di kampung kami. Lalu,  terjadilah hal mengharukan. Kelompok pengajian ibu-ibu Malam Kamis dan Minggu sore memberikan donasi. Diikuti oleh RT 04 dan 05 yang mengeluarkan kas. Pun takmir Masjid, Kelompok Yasinan, Dasawisma tak ketinggalan. Padahal kalau dipikir, anggotanya ya orang itu-itu juga!!  Masih dirasa kurang, lalu diadakan “sirkuler” yaitu memberi donasi secara individu semampunya. Akhirnya, Pak Dukuh kami pun punya ide brilyan. Menelpon Pak lurah untuk menodong dan berhasil. Tak ketinggalan caleg yang terpilih saat Pileg kemarin. Tak disangka, uang terkumpul sekitar 9 jutaan. Cukup untuk biaya RS dan ambulan. Sedangkan sisanya untuk tetekbengek acara pemakaman dan setelahnya.

Dan, jam 06.30 pagi jenazah tiba. Sungguh luar biasa...tamu yang hadir begitu banyak meski yang berduka adalah “pemungut sampah”. Bahkan pak Lurah pun bersedia memberikan sambutannya. Akhirnya jenazah dimakamkan pukul 10.

Itulah satu pengalaman yang membikin saya tambah kerasan tinggal di kampung tempat saya berada. Masyarakat masih memiliki kepedulian tinggi. Entah...apakah di kota besar kepedulian oini masih ada?

.....................................

Poentjakgoenoeng, 30-4-14

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline