Lihat ke Halaman Asli

Abdul Rahim

pengajar di Fakultas Ushuluddindan Studi Agama UIN Mataram, Pegiat Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak, Lombok Timur

Ironi Hegemonik "Hutan Buku" Gramedia

Diperbarui: 10 September 2016   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster

"Persoalan literasi kita saat ini bukan pada bisa atau tidaknya kita membaca atau menulis, tetapi mau atau tidaknya kita membaca atau menulis" - Alvin Toffler.

Seperti halnya tulisan di Kompas.com beberapa waktu lalu yang menuliskan tentang rendahnya minat baca kita di Indonesia yang baru mencapai 0,001 berdasarkan rilis indeks minat baca dari UNESCO tahun 2012. Hal ini berarti di setiap 1000 orang hanya ada satu orang yang punya minat baca. Akan tetapi pemerolehan dan penilaian indeks tersebut nampaknya bisa dibantah, sebab tidak tertera kriteria jelas tentang penilaian tersebut.

Mengapa demikian, sebab gerakan-gerakan literasi di Indonesia sudah memulai geliatnya dengan menyediakan perpustakaan kampung, Perpustakaan keliling, atau bahkan gerakan yang afiliasinya sebagai distributor untuk donasi buku (salah satunya Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara). Namun karena dukungan dalam bentuk bahan bacaan atau pendanaan, pun gerakan tersebut hanya berputar di porosnya saja.

Dan sepertinya pagi tadi geliat minat baca yang rendah perlahan mulai terbantahkan, sejak tanggal 8 September 2016 marak tersebar di beberapa Grup media sosial bahwa gudang penyimpanan Gramedia yang ada di Yogyakarta mengadakan "Hutan Buku" dengan kisaran harga mulai Rp. 5.000-an perbuku, dan agendanya pelelangan buku tersebut akan berakhir pada 30 Sepetember.

Bahkan dengan Heroiknya iklan-iklan yang tersebar mengatakan " Gramedia mengadakan Hutan Buku, dari pada buku tersebut dimusnahkan, maka dilelang untuk umum dengan kisaran harga mulai 5.000-an, yang berlokasi di gudang penyimpanan Gramedia Jl. Tajem, No. 197, Maguwoharjo, Depok, Sleman".

Gerbang pertama

Ironisnya, sesampainya kami di lokasi pagi tadi, terlihat banyak kekecewaan dari pengunjung. Di tengah terik mentari siang, ada dua gerbang yang harus dilewati sebelum dapat masuk ke tempat penyimpanan buku yang dilelang. Gerbang pertama yang langsung jalan raya terlihat banyak sekali pengunjung yang tidak diizinkan masuk, dengan alasan pengunjung yang di dalam sudah penuh dan sekarang sudah ditutup, padahal di iklan yang disebar mereka mulai buka pukul 09.00-15.00, dan saat itu baru menunjukkan pukul 10.07. Artinya jarak satu jam saja setelah gerbang dibuka mereka sudah tidak menerima pengunjung lagi, dengan alasan gudang tersebut hanya berkapasitas 100 orang, bahkan yang di dalam sudah lebih 100 orang. Dan antrian di gerbang kedua pun sangat banyak, berkisar 200 orang lebih.

Antrian di gerbang kedua ini pun harus sabar sebab mereka hanya bisa masuk ketika pengunjung yang sudah di dalam gudang keluar. Alasan dari penyelenggara membatasi jumlah pengunjung yang masuk karena gudang tersebut bawahnya hanya dihamparkan papan sebagai alas, padahal jika ditinjau dengan kapasitas pengunjung yang sangat membludak tersebut bisa saja bukunya dihamparkan di halaman gudang yang cukup luas dan pastinya bisa menampung sekian banyak pengunjung.

antrian gerbang 2

Branding Gramedia Stokist Terlengkap

Kembali ke konteks hegemonik yang mengatakan minat baca kita rendah, di setiap ada pameran buku dengan harga miring pasti selalu banjir pengunjung. Terlebih Gramedia yang dengan branding-nya menerbitkan karya-karya terbaik dan dengan harga yang biasanya selalu lebih tinggi, kini menggiring persepsi publik untuk ramai mengunjungi Gramedia dengan pelelangan harga miring untuk buku-buku yang digudang mereka. Dan ternyata kejadiannya seperti pagi tadi banyak pengunjung yang kecewa, sebab mereka membatasi pengunjung yang boleh masuk dengan alasan keamanan gudang dan kenyamanan pengunjung. Siapa pun tidak akan nyaman untuk antri sepadat itu, terlebih mereka akan membeli, bukan antri untuk dibagikan.

Beberapa pengunjung yang baru keluar dengan tentengan plastik besar mereka semakin membuat iri pengunjung yang hanya melongo di depan gerbang pertama. Bahkan salah seorang Ibu-ibu mencoba bernegosiasi dengan pengunjung yang baru keluar tersebut bahwa dia berani membeli buku-buku tersebut dengan harga 15 ribu perbuku, namun ditolak olehnya. Lalu apa sebenarnya tujuan Gramedia mengadakan pelelangan buku namun membatasi jumlah pengunjung, tidak lain hanyalah untuk mengangkat brand Gramedia di antara pesaing toko-toko buku yang lainnya, bahwa mereka sudah bisa memperalat persepsi publik yang biasanya jarang membeli buku di Gramedia sebab harga yang cukup tinggi, perlahan digiring untuk menilai Gramedia dengan stok buku terlengkap kini beranjak memberikan harga murah.

Jika benar mereka mengadakan pelelangan buku sebab gudang yang akan dijadikan warehouse, sepertinya alasan mereka tentang keamanan gudang dan kenyamanan pengunjung tidak rasional seandainya mereka ingin buku-buku tersebut cepat laku. Dengan jumlah pengunjung yang mencapai 600-an jika degelar di halaman depan gudang sepertinya tidak sampai 30 September pun bisa saja buku tersebut habis semua, atau jika tidak laku semua, masih banyak gerakan-gerakan literasi, perpustakaan warga, sekolah terpencil, yang sangat membutuhkan bahan bacaan, lalu dengan teganya mereka menyebar iklan "dari pada bukunya dimusnahkan, mending dibeli saja dengan harga serba 5.000-an".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline