Lihat ke Halaman Asli

Abdul Rahim

pengajar di Fakultas Ushuluddindan Studi Agama UIN Mataram, Pegiat Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak, Lombok Timur

Tentang WC dan Masyarakat Muslim Mayoritas

Diperbarui: 13 Juli 2016   06:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: ervakurniawan.wordpress.com

Sepertinya bukan saja tentang pemikiran saya yang kolot, atau daerah saya yang memang tertinggal, ketika suatu waktu pas turun dari pesawat dan ingin buang air kecil yang sudah lama tertahan. Sesampainya di dalam bandara ternyata bukan saya saja yang merasakan hal itu, penumpang yang lainnya seperti berlomba-lomba menuju toilet bandara yang berdampingan dengan Mushalla. Di dalam toilet pria tersebut, berjejer 3 tempat kencing berdiri semacam westafel (Urinoir), yang ternyata banyak juga yang menunggu antrian untuk buang air di sana. Fasilitas toilet yang biasa di daerah kami (Lombok, NTB) jarang sekali ditemukan seperti itu, justru bilik WC-nya yang ditambah dari pada ditempatkan Urinoir untuk kencing berdiri. Rata-rata di tempat pelayanan publik, Perkantoran, Kampus, bahkan di masjid sekalipun ternyata terpasang juga fasilitas toilet untuk kencing berdiri tersebut.

Sebagaimana halnya waktu kecil dulu, kencing sembarang tempat dengan berdiri biasa terjadi di antara sesama teman sebaya. Seiring beranjak besar dengan pendidikan yang kami dapatkan, terlebih di lingkungan Pondok Pesantren diajarkan kepada kami dari saduran beberapa kitab karangan ulama-ulama Fiqh, bahwasannya kencing berdiri di samping secara tata kesopanan itu tidak baik karena mengikuti perilaku binatang, dari segi hukum agama pun sangat tidak dianjurkan, sebab ketika buang air kecil dengan berdiri pasti ada percikan-percikan air seni yang mengenai pakaian. Yang artinya pakaian terkena najis dan kadang kita remehkan untuk hal-hal sepele seperti ini.

Dalam kitab Ghayatu Taqrib pada bab istinja' dibahas pula tatacara bagaimana membasuh kemaluan agar benar-benar istinja' yang bersih dan terhindar dari najis, baik yang mengenai pakaian ataupun yang masih tersisa. Sedang pada Fenomena fasilitas toilet tempat kencing berdiri tersebut yang tersedia hanyalah saluran tempat air seni dialirkan lalu pada dinding Urinoir memang ada air yang akan mengalir dengan menekan tombol di atasnya, namun tidak efektif digunakan untuk beristinja', sebab airnya mengalir sekilas melalui dinding urinoir tersebut dan tidak memungkinkan untuk ditampung meski dengan tangan sekalipun. Ini artinya, ketika orang yang menggunakan toilet berdiri tersebut kadang memang tidak membasuh/istinja' setelah buang air kecil.

Mungkin bagi banyak orang toilet berdiri ini dikatakan sebagai sebuah kemudahan dan cepat, tanpa perlu membuka celana ketika buang air kecil. Namun bagi seorang muslim yang jika benar-benar memperhatikan perkara bersuci, mungkin tidak akan ada yang akan melakukannya sebab pentingnya perkara bersuci tersebut, terlebih ketika akan melakukan ibadah.

Tentang perkara bersuci ini Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat " Suatu ketika beliau berjalan melewati kuburan, dan beliau mengatakan : kedua penghuni kubur ini sedang disiksa dan mereka disiksa disebabkan sesuatu yang tidak dianggap besar. Adapun salah satunya karena tidak bersuci dari buang air kecilnya, dan satunya lagi karena dia mengadu domba di antara sesama" (H.R. Bukhari). Bahwa mereka semasa hidupnya sering menganggap remeh perkara istinja', melalaikan perihal najis-najis yang tidak mereka bersihkan sampai ketika melaksanakan ibadah. Itulah sebabnya di setiap kitab Fiqh, pembahasan yang paling pertama disajikan yaitu tentang bersuci, disebabkan sangat pentingnya kedudukan bersuci ini dalam pelaksanaan ibadah syariat.

sumber: olx- memesyar'i

Di salah satu majalah islam (Al Qawwam), diceritakan tentang seorang Ibu tua renta petugas loundry di salah satu asrama mahasiswa di Inggris yang mendapatkan hidayah memeluk Islam karena sering mencuci pakaian dalam yang tidak berbau milik dua orang mahasiswa Muslim. Berbeda halnya dengan milik mahasiswa lainnya yang menimbulkan bau sangat menyengat. Ketika mencuci pakaian dalam 2 mahasiswa Muslim tersebut, Ibu tua petugas loundry ini selalu penasaran bagaimana ini bisa terjadi. Akhirnya Ibu tua itu menanyakan langsung ke mahasiswa Muslim tersebut, yang dijawab bahwa mereka selalu melakukan istinja' setiap kali buang air kecil maupun buang air besar. Ibu tua tersebut masih penasaran lalu menanyakan " apakah ini diajarkan di agama kalian?", dijawab oleh mahasiswa tadi bahwa bersuci merupakan kewajiban, di samping untuk menjaga kebersihan. Karena kagumnya akan hal tersebut Ibu Tua petugas loundry ini pun memutuskan untuk memeluk agama Islam.

Sedang fenomena saat ini, meskipun kita sebagai muslim mayoritas, lalu mengapa dengan produk-produk kapitalis seperti itu justru semakin mendiskreditkan kita sebagai Muslim mayoritas untuk berperilaku sama halnya dengan yang non muslim. Tak jarang penulis menemukan seorang Muslim yang akan melakukan ibadah, akan tetapi karena keinginan untuk buang air kecil yang tak tertahankan, sementara bilik WC yang tersedia hanya beberapa saja, jadilah dia buang air kecil di urinoir tersebut, tanpa bersuci secara baik dari hadatsnya.

Belum lagi masalah kesehatan yang ditimbulkan dari kebiasaan kencing berdiri, seperti Kencing batu, ketidaklancaran pada saluran kandung kemih, tersisanya air seni yang akan menggumpal dan menghimpun banyak bakteri, batu ginjal, dan lainnya. Sebab itu fasilitas terkait tempat buang hajat ini sepertinya semakin modern semakin biadab, beda halnya yang tradisional yang beradab. Memang posisi yang dianjurkan ketika buang hajat itu baiknya berjongkok. Sebab dengan begitu sepertinya lebih nyaman, dan kotoran yang terbuang lebih lancar, lebih waspada untuk terhindarnya pakaian dari najis yang keluar.

Sedikit tidaknya melalui dimassifkannya penyediaan urinoir di tempat-tempat publik, bisa dipastikan konsep kapitalisme telah berkembang merasuki kita, dan imperialisme modern bukan hanya tentang penguasaan atas hal fisik, namun secara tidak sadar perilaku kita pun mulai mengikuti budaya mereka. Di sinilah fungsinya filter kebermanfaatan dan fungsi dari sesuatu yang jangan sampai justru bertujuan menjerumuskan kita, meski itu melalui hal yang paling sederhana dan kita anggap remeh, seperti tidak bersuci dari buang air kecil tersebut.

Untuk itu modernisme yang berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat kita, semestinya dicegah dan kita kembalikan kepada kearifan lokal budaya kita yang kental dengan budaya timur-nya (Islam). Lalu perihal Urinoir dan tempat buang hajat tersebut, perlu lah mendapatkan perhatian dari pemilik-pemilik tempat publik yang seharusnya mementingkan asfek manfaat dan kebersihan, bukan hanya kemudahan namun menjerumuskan. (Baim Lc)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline