Lihat ke Halaman Asli

Abdul Rahim

pengajar di Fakultas Ushuluddindan Studi Agama UIN Mataram, Pegiat Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak, Lombok Timur

Karma untuk Sang Lelaki Bermata Sayu

Diperbarui: 23 Juni 2016   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : gambarzoom.com

Laki-laki itu bermata sayu, dengan tatapan kosong dan bibir yang tidak bergerak seolah pikirannya melayang entah ke mana. kembali terlihat sedang bersandar pada tiang di pinggiran tangga masjid kampus sore itu, seperti sedang terserang kantuk dengan kaki kanan menekuk sebagai penyangga keningnya yang menunduk ke depan. Tak elok rasanya mendekat dan mencoba sekedar mengakrabkan diri padanya, pun rasa penasaran menyirnakan canggung itu, dan beruntungnya sang lelaki bermata sayu sudah mendongakkan kepala lagi pertanda kantuknya sirna atau memang dia sedang tepekur dalam diamnya sesaat tadi.

Pergolakan bathin yang dia alami nampaknya hal sepele bagi orang yang belum pernah merasakan debaran jantung lebih kencang ketika tertarik dengan seseorang, atau mungkin bagi orang yang sudah terlalu sering dan terlalu mudah jatuh hati pada seseorang. Dan ini bukanlah tentang sepele atau tidaknya, tetapi tentang pikirannya yang kalut, dan tak berpikir sejauh itu tentang loyalitas seorang perempuan yang perkiraannya telah memberi sinyal dan lampu kuning atas terbentuknya perasaan itu dalam bathinnya. Namun sekarang lebih memilih bersama orang lain dengan tanpa rasa bersalah sedikit pun secara sengaja menunjukkan kedekatannya dengan orang lain tersebut.

Padahal hari-hari sebelumnya lelaki bermata sayu itu bertutur tentang sang perempuan yang dekat padanya dan merasakan kenyamanan ketika mereka bersama. kedekatan di dunia nyata masih mampu disembunyikan lelaki bermata sayu itu, sebab persepsi dia ingin menjaga diri dan sang perempuan dari gosip orang lain tentang mereka, namun ketika di media sosial,  pesan-pesan mereka seolah hubungan mereka sangat dekat antara perasaan yang wajar sesama remaja yang mulai merasakan cinta.

Semakin tak habis pikir, sang perempuan lebih memilih menjalin kedekatan dengan orang lain yang sudah jelas-jelas dia tahu mempunyai ikatan dengan perempuan lain. Sementara kedekatannya dengan lelaki bermata sayu tersebut hanyalah sebuah perasaan sesaat yang tidak mampu dipertahankan olehnya, namun cukup melekat di hati sang lelaki. Hingga menimbulkan keresahan yang wajar atas tingkah sang perempuan. Bagaimana tidak, kekecewaan itu semakin bersarang tatkala sang perempuan seperti menghilangkan jejak dari lelaki bermata sayu tersebut, sementara sang perempuan dan orang lain tersebut masih dengan mesranya menampakkan diri di hadapan sang lelaki bermata sayu.

Sang lelaki bermata sayu menuturkan kerendahan dirinya, dengan segala kekurangan yang dia miliki, dan sungguh tak berarti ketika sang perempuan semakin terasa jauh darinya. Bertegur sapa di pesan-pesan singkat pun sudah tak mampu dia lakukan, terlebih di dunia nyata, walaupun intensitas pertemuan mereka cukup banyak membuka peluang untuknya meraih kembali perasaannya yang dahulu. Dia merasakan minder, dan rendah diri hanya karena sebuah perasaan yang tidak ingin dipersaingkan antara pilihan dan loyalitas sang perempuan yang tak mungkin dia raih kembali. Lalu membiarkan sang perempuan dengan kedekatannya dengan orang lain tumbuh subur untuk sebuah perasaan yang lebih realistis dan mampu berdiri di atas sebuah kejelasan.

Kali ini dia seperti berbesar hati dan merasa menang tentang perasaannya yang merelakan sang perempuan. namun kepalsuan senyumnya semakin nampak tatkala mata sayunya masih memendam kecewa saat dia mengingat kembali, sulitnya menghilangkan kenangan yang nampaknya sangat indah bagi sang lelaki bermata sayu. Helaan nafasnya terasa berat, cukup melelahkan baginya memendam sebuah kecewa lalu berpura-pura tegar dan berbesar hati atas perasaannya yang semakin membuncah terhadap sang perempuan, yang sebenarnya sangat ingin diraih kembali. Pun hati kecilnya seolah mengamini apa yang banyak dia baca tentang cinta dalam diam. Apalah arti sebuah cinta jika hanya ditempatkan di kedalaman hati yang terdalam lalu membuahkan kecewa ketika tujuan cinta yang sesungguhnya tak mampu diperjuangkan.

Pergolakan itu pun masih berlanjut antara dia berbesar hati dengan kecewanya terhadap sang perempuan atau berdiri tegak mengambil alih kembali jalurnya untuk meraih hatinya. Jika dia menerima kedekatan sang perempuan dengan orang lain, itu artinya dia telah memberikan kesempatan bagi sang perempuan membentuk sebuah kejelasan hubungan, namun terpikir lagi tentang orang lain tersebut yang telah mempunyai hubungan dengan perempuan lain, betapa naifnya sang perempuan yang akan masuk ke lingkaran segitiga.

Sementara jika dia berusaha kembali meraih hati sang perempuan, konflik antara dirinya dan orang lain tersebut sepertinya akan terbentuk, dan itu spekulasi besar yang harus dia tanggung atas pertanggung jawaban perasaannya. Lebih lanjut sang lelaki bermata sayu harus berani menunjukkan perasaannya kepada sang perempuan secara nyata sebagai konsekuensi atas perjuangannya, agar orang lain tahu bahwa mereka memiliki kedekatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Sekali lagi ini tentang cinta yang tidak bisa berdiri di atas ketidak jelasan antara sang lelaki bermata sayu dan sang perempuan yang disangka tidak memiliki loyalitas.

Pandangannya kembali diarahkan ke atas, menerawang tentang kemungkinan-kemungkinan atas keputusan yang akan ia ambil. Ada hal yang mengganjal dalam hatinya jika meneruskan perasaannya untuk ditujukan kembali kepada sang perempuan. Bukankah perempuan-perempuan lain yang lebih baik dan lebih memiliki loyalitas masih cukup banyak yang mungkin belum dia tahu di luar sana. Lalu mengapa dia meneguhkan hati hanya untuk seorang perempuan yang telah memilih kedekatan dengan orang lain yang juga memiliki ikatan dengan perempuan lain. Benang kusut kembali menggelayut di pikirannya, terpikir dia menjadi jalan terang bak pahlawan kesiangan yang akan mencegah sang perempuan untuk tidak menjadi segi ketiga dalam hubungan orang lain tersebut. Apalah daya jika sang perempuan bersikukuh akan hal itu, dan dia hanya akan kembali menelan pahitnya kecewa, sekali lagi sepertinya karena cinta yang belum mampu tersampaikan dari lelaki bermata sayu itu.

Lelaki bermata sayu itu meneguk minumannya, lalu melanjutkan perkiraannya jika sang perempuan tak bisa kembali dia perjuangkan. Sepertinya perasaannya akan terus-terusan seperti ini, dan kecewa itu akan tetap bersarang, sebab dia bukanlah seorang yang bisa dengan mudahnya melupakan urusan hati. Dia belum mencoba untuk mengungkapkannya kepada sang perempuan, sementara kekhawatiran-kekhawatirannya lebih dahulu menjadi penguasa atas usaha yang belum dia lakukan. Sepertinya dia lupa tentang perasaan yang lebih baik diungkapkan meskipun tidak menemukan jalan yang diinginkan, dari pada terpendam dan menimbulkan kecewa dalam hati. Sebagaimana halnya sebuah kejujuran yang lebih baik diungkapkan meskipun menimbulkan sakit.

Kebesaran hati sang lelaki bermata sayu hanyalah sebatas bayangan ketidak jujurannya atas diri sendiri tentang ketegaran yang dia ciptakan. Sementara jauh di lubuk hatinya seperti terkoyak melankolis perasaannya terhadap sang perempuan. Dramatis perasaan seperti ini tak pernah terbayangkan baginya jika saja sang perempuan dari awal tidak menunjukkan simpatinya kepada sang lelaki bermata sayu. Lalu itu ditafsirkan sebagai sebuah gayung yang bersambut, yang menandakan sinyal dari sang perempuan baginya untuk memantapkan hati bahwa itu sebuah perasaan yang dinilai cinta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline