Bunyi mesin kendaraaan yang menumpuk di jalan Pantura Lasem menderam memecahkan telinga. Sementara terik matahari siang pedih mencakar-cakar kulit. Namun semua pendentaan di jalan raya langsung kalis ketika menemukan gerbang tua bertuliskan Roemah Oei.
Ketika kaki melangkah masuk ke dalam gerbang kuno berwarna coklat tua berukir huruf cina keemasan dengan dua pintu dan jendela di kanan kiri, tubuh serasa dibawa terbang memintas ke masa lalu.
Rumah tua dengan halaman luas dibalik gerbang itu langsung mengingatkan pada film-film kungfu klasik. Kursi seng dan meja-meja tertata rapi layaknya kedai kuno.
Dua pohon rindang yang berdiri anggun di sisi kanan kiri halaman rumah di Desa Karangturi membuat suasana sangat adem. Kopi lelet khas kawasan Lasem yang dihidangkan pada cangkir-cangkir kecil menumbuhkan perasaan kerasan berlama-lama di dalam Roemah Oei.
Halaman rumah hanyalah salah satu pesona dari rumah yang berdiri sejak 1818 silam. Menelisik bagian dalam, pesona Roemah Oei semakin memancar.
Di bagian ruang tamu, berjajar memorabilia. Ada baju encim, produk-produk batik kuno hingga foto-foto kegiatan keluarga pemilik dari Roemah Oei.
Rumah Oei bisa dibilang menjadi satu dari sekian banyak rumah China tua yang terawat jelas ketulenannya. Tak hanya bangunan-bangunannya, tapi juga kesejarahannya.
Mengutip dari sejarah Rumah Oei berawal dari Oei Am. Pria kelahiran Fujien Tiongkok 1798 pada saat usiannya 15 tahun atau sekitar 1813, Oei Am mendarat di Lasem Kabupaten Rembang Jawa Tengah.
Setelah menetap dan bekerja di Lasem selama dua tahun, dia menikahi putri lasem bernama Tjioe Nio. Pada 1818, dia membangun rumah di Jalan Jatirogo 10 Lasem. Setelah meninggal dunia di Usia 40 tahun, rumah tua itu dihuni oleh putra sulungnya Oei Thian Ho.
Berpindah Generasi