Lihat ke Halaman Asli

Air, Angin, dan Mentari

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Air di laut melihat bibir pantai, gersang. Nalurinya sebagai air ingin menghidupinya
berlari ia sebagai ombak, namun upayanya hanya meninggalkan jejak
berupa pasir terhampar

kotor garam didirinya membuat tanaman mati, ketergesaannya membuat karang runtuh
menjadi pasir terhampar, dan dirinya menjadi buih sirna dibibir pantai
tiada lelah dia berusaha

sampai datang angin, membawa embunnya sedikit jauh ke darat
tapi kotor garam masih melekat padanya, membuat tanaman layu
petani tampak pilu, atas sia-sianya usaha

sampai datang panas mentari, berkata
"hancurkan egomu, meleburlah dengan angin, sempurna.
tinggalkan garam duniamu, maka sampailah kau pada tujuanmu"
menjadi uaplah air, dan angin membawanya melintas melewati lembah
sebagian darinya jatuh di lembah, namun petani bergembira atas jatuhnya air kehidupan
sebagian dirinya dibawa angin sampai puncak mahameru dan berjaga dia disana,
luruh saat bumi haus. sakitkah air, sepertinya tidak,
dia berbangga bahwa dia telah menjadi sesuatu, yang pada dasarnya merupakan fitrahnya
AIR SUMBER HIDUP

akankah kita seperti air
Menjadi Sumber Hidup bagi yang lain
dengan menghancurkan keakuan kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline