Lihat ke Halaman Asli

Bahrul Ulum SSos

Volunteer I Marketing Communication I Amil & Nazhir I ISF Activist

"Guyonan" Menyakitkan: Antara Candaan, Batasan Lisan & Etika Publik

Diperbarui: 4 Desember 2024   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gus Miftah & Pak Pun (sumber: google)

Jakarta (04/12) Jagat media sosial tengah diramaikan perbincangan mengenai ucapan Gus Miftah dalam acara Magelang Bersholawat Bersama Gus Miftah, Gus Yusuf Chudlori, dan Habib Zaidan Bin Yahya, Rabu, 20 November 2024. Tausiyah yang dihadiri ribuan jamaah di Lapangan Drh. Soepardi, Kota Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, ini mendadak memicu kontroversi ketika guyonan Gus Miftah kepada seorang pedagang es, Pak Pun, dianggap menyinggung perasaan.

Dalam konteks acara tersebut, Gus Miftah melontarkan candaan saat jamaah meminta beliau memborong dagangan Pak Pun. Ucapannya, "Es tehmu sih akeh nggak? Ya kono didol gobl*k," dinilai sebagian pihak sebagai bentuk candaan yang biasa ia lakukan untuk mencairkan suasana. Namun, bagi sebagian lainnya, guyonan ini justru dianggap melukai martabat Pak Pun.

Bahasa Guyonan dalam Budaya Kita

Dalam bahasa Indonesia, istilah "bergurau" didefinisikan oleh KBBI sebagai bercanda untuk menyenangkan hati atau mencairkan suasana. Namun, KBBI juga menambahkan, bergurau boleh, tetapi jangan menyinggung perasaan teman. Hal ini menunjukkan bahwa candaan memiliki batasan, terutama jika melibatkan sensitivitas orang lain.

Gus Miftah dikenal dengan gaya dakwah yang santai dan dekat dengan masyarakat. Guyonan sering menjadi salah satu cara beliau menarik perhatian jamaah, menciptakan suasana akrab, dan menyampaikan pesan dengan ringan. Dalam tradisi budaya Jawa, candaan serupa kerap digunakan untuk merendahkan ketegangan atau menjalin keakraban. Namun, perlu disadari bahwa batas antara candaan dan pelecehan sangatlah tipis.

Refleksi dari Peristiwa Ini

Peristiwa ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga lisan, terutama di ruang publik. Allah SWT telah memperingatkan dalam Al-Qur'an bahwa setiap kata yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat. Rasulullah SAW juga mengajarkan, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim).

Meski guyonan adalah hal yang lumrah, terutama dalam dakwah, perlu ada pengendalian agar tidak melukai perasaan, terlebih kepada mereka yang berjuang keras seperti pedagang kecil. Pak Pun, yang tetap menjalankan tugasnya dengan sabar, menunjukkan sikap yang patut dihormati.

Menjaga Canda dengan Bijak

Candaan memang memiliki tempat penting dalam kehidupan, terutama sebagai sarana hiburan dan mencairkan suasana. Namun, perlu dipahami bahwa guyonan yang bijak adalah yang tidak merendahkan atau melukai orang lain. Sebagai pengingat, berikut prinsip bergurau dalam Islam dan budaya:

  1. Pastikan candaan tidak menyinggung: Hindari kata-kata yang bisa ditafsirkan sebagai hinaan atau pelecehan.
  2. Pertimbangkan situasi dan audiens: Pilih guyonan yang sesuai dengan suasana dan budaya.
  3. Selalu ada niat baik: Candaan sebaiknya bertujuan untuk menghibur dan mempererat hubungan, bukan menciptakan luka.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline