Lihat ke Halaman Asli

Gerakan KPU "MenCoklit", Apa yang Perlu Dibenahi?

Diperbarui: 23 Januari 2018   02:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: kompas.com

Sejak hari ini, 20 Januari 2018, Komisi Pemilihan Umum secara resmi menggelar tahapan Pencocokan dan Penelitian Data Pemilih untuk Pilkada 2018, yang popular dikenal sebagai Gerakan KPU "MenCoklit" Serentak. Seluruh jajaran KPU dari tingkat pusat hingga Kabupaten/Kota bersama Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di kecamatan dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di kelurahan/desa pun secara serentak mendampingi para Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dalam menjalani Coklit di hari pertama ini.

Penulis yang kebetulan kini menjadi Staf Tenaga Pendukung KPU Kota Depok pun turut ambil bagian dalam kegiatan ini, bersama seluruh staf sekretariat KPU Kota Depok lainnya. Kebetulan juga, dalam kegiatan Coklit tadi turut hadir Ketua KPU Provinsi Jawa Barat H. Yayat Hidayat. Kehadiran beliau tentu memberi suntikan semangat tersendiri bagi tim Coklit KPU Kota Depok yang sama-sama berharap agar tahapan Pemutakhiran Data Pemilih, khususnya dalam rangka Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat tahun 2018 dapat berlangsung dengan sukses.

Pada hari pertama tadi, sependek pengamatan penulis, KPU secara massif bermaksud mengarahkan kegiatan Coklit kepada para pemilih yang tergolong opinion leader. Secara sederhana, ini bertujuan agar kegiatan Coklit mendapatkan ruang pemberitaan yang massif dari media dan mengangkat public awareness atas kegiatan itu. Untungnya, KPU RI ternyata tak lupa juga dengan substansi kegiatan Coklit dengan tetap mendampingi kegiatan Coklit di komunitas disabilitas dan minoritas. KPU RI seakan menegaskan bahwa Gerakan KPU "MenCoklit" Serentak bukan hanya semata-mata soal publisitas, melainkan substansinya adalah penyempurnaan data dan partisipasi pemilih.

Sementara itu, KPU Kota Depok sendiri memilih untuk menyasar kepada para opinion leaderyang berdomisili di wilayah Kota Depok. Mereka di antaranya terdiri dari para tokoh partai politik, pejabat, tokoh agama, seniman, dan tak ketinggalan artis. Sebagai contoh, tadi penulis turut mengikuti proses Coklit di kediaman hakim Binsar Gultom yang sempat kondang saat menjadi hakim persidangan kasus kopi sianida, dan artis lawas Meriam Bellina.

Meski demikian, dalam pengamatan penulis di lapangan, masih terdapat sejumlah hal yang masih dapat dibenahi hingga jadwal Coklit berakhir pada 18 Februari 2018. Secara umum, penulis merasa koordinasi dan teknis tata cara pelaksanaan Coklit masih perlu dibenahi dengan lebih serius.

Sebagaimana telah saya sampaikan di atas, hari pertama kegiatan Coklit lebih diarahkan kepada opinion leader. Ternyata kebijakan ini tidak begitu saja mudah diaplikasikan di lapangan. Memang, di atas kertas masing-masing PPDP telah memegang Data Pemilih untuk dilakukan Pencocokan dan Penelitian. Akan tetapi, untuk memastikan agar para opinion leadersiap dan bersedia menyempatkan waktu untuk mengikuti proses Coklit pada waktu yang telah ditentukan oleh petugas pemutakhiran tentu menjadi persoalan lain lagi.

Dalam hal ini dapat timbul dua potensi masalah, pertama soal koordinasi antara KPU, PPK, PPS hingga PPDP di lapangan; sedangkan yang kedua, masalah kesediaan waktu dan kesiapan para opinion leaderuntuk mengikuti proses Coklit.

Untuk mengatasi potensi masalah tersebut, saya menyodorkan saran agar KPU menyiapkan rencana cadangan (back up plan) guna mengantisipasi persoalan tersebut. Rencara cadangan itu ialah dengan menyiapkan kunjungan kepada komunitas marginal, minoritas dan disabilitas. Langkah ini memang telah diambil oleh KPU RI, akan tetapi tak ada salahnya bila KPU Kabupaten/Kota juga menyiapkan langkah yang sama sebagai jalan keluar bila terjadi masalah saat mengeksekusi rencana kegiatan Coklit terhadap para Opinion Leader.

Selain menyiapkan back up plan, sebelum memilih untuk melangsungkan kegiatan Coklit di rumah para opinion leader, alangkah baiknya bila PPDP juga menghadirkan pengurus RT/RW setempat di tempat yang sama. Meski umumnya kegiatan telah dikoordinasikan hingga tingkat pemerintah daerah, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengurus RT/RW memiliki akses yang lebih baik terhadap para opinion leader saat mereka berada di rumahnya. Ini tentu saja hanya berlaku bagi PPDP yang bukan berasal dari pengurus RT/RW setempat.

Selain soal koordinasi, hal teknis lain yang masih patut mendapat perhatian yang serius ialah teknis pelaksanaan Coklit oleh PPDP. Dengan arahan Coklit di hari pertama diprioritaskan kepada para Opinion Leader, juga ditambah dengan upaya media coverageyang luas, konsentrasi PPDP menjadi rawan terpecah.

Oleh karena itu, KPU perlu terus mengingatkan kepada para PPDP agar tetap fokus dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan kegiatan Coklit. Semua pihak jangan sampai hanya larut dengan semarak kegiatan Coklit, tanpa mengindahkan teknis tata cara Coklit dan tujuannya. Jangan sampai terjadi, ada PPDP yang lupa untuk mencocokkan terlebih dahulu Data Pemilih yang dipegangnya dengan data pada E-KTP dan KK pemilih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline