Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Bapak New "Developmentalisme"

Diperbarui: 16 November 2016   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : cnnindonesia.com

Sejak di lantik pada 2014 lalu pemerintahan Jokowi-JK terus menuai protes dan kritikan sampai detik ini. Hal tersebut tidak hanya datang dari mereka yang tidak suka dengan Jokowi, tetapi juga dari kelompok-kelompok provesional lainnya atas pola kibijakan Jokowi yang hampir persis digunakan pada era-Orde Baru dengan Idiologi Developmentalismenya yang bertumpu pada hutang.

Idiologi Pembangunan ini justru membuat Orde Baru membawa biduk Indonesia pada lubang Hitam ketergantungan atas Donor (IMF, WB, dan ADB.) untuk pengembangan infrastruktur. Pembangunannisme mensaratkan iklim investasi yang sehat disatu sisi, dan disisi lain keterpurukan bangsa yang disandra dengan hutang, bahkan tukar gulingnya adalah pengelolaan SDA sebagai konsewesi logis atas kerja sama tersebut.   

Hal yang sama justru terlihat pada Era-Jokowi hanya saja caranya lebih soft, hampir semua pembiayayaan untuk mengenjot pertumbuhan infrastruktur di kerjakan melalui pinjaman alias hutang kepada negeri Tirai Bambu dan memorandum of understanding (MoU) dilakukan bersama Pemerintah RI dan China Internasional Fund (CIF).    

KonsekUuensi dari MoU antara RI dan Cina yang di wakili CIF ini bisa dilihat hampir semua mega proyek pembangunan infrastruktur di kerjakan oleh pihak Cina. Sebagai bentuk kerja sama dalam bidang Ekonomi, pada pegelaran 60 tahun Konfrensi Asia Afrika (KAA) yang berlangsung di Bandung. Kemesraan antara Jokowi dan Xi Jinping dalam pegelaran tersebut, Sudah terlihat jelas posisi Jokowi berkiblat pada Cina.

Atau sebaliknya akan dimanfaatkan oleh Cina, betapa tidak dalam kesepakatan RI dan Cina dalam KAA. Cina akan mengarap berbagai proyek Infrastruktur di Indonesia antara lain. Pembangunan 24 Pelabuhan, 15 titik bandar udara, pembangunan jalan sepanjang 1.000 km, pembangunan jalan kereta api sepanjangan 8.700 km, serta pembangunan pembangkit listri 35.000 megawatt (MW).

Tak hanya itu Cina dalam tender proyek kereta super cepat Jakarta-Bandung Jepang kalah dengan perusahaan milik Cina. Pada hal soal teknologi Jepang jauh lebih unggul atas negara di Asia mana pun. Keterlibatan Cina dalam proyek kereta super cepat menjadi alasan lain Jokowi sesungguhnya sangat dekat dengan negeri Tirai Bambu tersebut.

Dari sederetan penjelasan di atas menjadi indikasi kuat bahwa Jokowi sebagai Presisden menganut idoilogi pembangunanisme ala Orba. Atau bapak New “Developmentalisme” hari ini, ini tentu akan sangat bahaya bagi bangsa ini kedepan karena sudah pasti disandra oleh Cina persis Orba yang di sandra AS kemudian itu di buang. Sangat mungkin Jokowi kedepannya akan diperlakukan sama ini hanya soal waktu.

Fakta ini tentu bertolak belakang dengan program Nawa Cita yang telah didengung-dengungkan oleh pemerintah Jokowi-JK. Itu pula sejak awal pembentukan kabinet, Jokowi jelas menolak mengunakan nama kabinet dengan sebutan “Trisakti” karena sudah menyadari konsekwensi logis dari pengunaan nama tersebut. Yang memiliki makna filosofis sekaligus Visi Geo-Politik.

Memilih nama kabinet “Kerja” secara politis Jokowi merasa tidak di bebani oleh apapun secara filosofis dan Geo-Politik, namun akan berimplikasi pada soal lain termasuk membangun hubungan kerja sama dengan negara mana pun, khususnya Cina dengan pinjaman alias Hutang dalam mengenjot infrastruktur di Indonesia diperbolehkan alis lumrah terjadi ironis bukan?

Di Era Jokowi-JK yang coba mematrialisasikan konsep prosos Maritim dalam bentuk membangun Tol Laut, sebagai instrumen interkoneksi antar pulau untuk pasokan keuituhan publik. mendapat banyak dukungan dari berbagai element anak Bangsa, namun ini menjadi standar ganda sebatas pencitraan tanpa bentuk rilnya.  

Bangsa ini sudah sedemikian terpuruk dan makin akan terpuruk kalau pola kebijakan masih saja sama. Di sisi lain Bangsa ini terlihat hilang keseimbangan akibat dari tidak di gunakan lagi GBHN dan di Amandemen UUD 1945, sebagai Visi Geo-Politik serta pedoman agar Bangsa ini tetap menjadi Bangsa besar dan memiliki nilai tawar di mata Internasional dan poros Maritim dengan sendiri menjadi ril.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline