Lihat ke Halaman Asli

Anggaran dan Sumber Pembiayaan Nawacita Jokowi-JK

Diperbarui: 31 Mei 2019   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pembiyaan pembangunan digunakan sebagai modal/invenstasi untuk memenuhi kebutuhan kota ataupun negara terutama pada pembangunan infrastruktur. Semakin maju dan berkembang suatu wilayah maka akan semakin besar juga kebutuhan untuk pembangunannya, selain itu anggaran dan sumber biaya yang dibutuhkan untuk merealisasikan pembangunan kebutuhan tersebut juga akan semakin besar. Indonesia adalah negara yang berkembang dimana tuntutan masyarakat terhadap pemerintah atas pengadaan dan perbaikan sarana prasarana serta pelayanan umum di lingkungan akan selalu meningkat.

Pemerintahan 2014 -- 2019 yang dipimpin oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kala mengusung konsep yaitu, "Nawacipta" dengan mewujudkan sembilan angenda prioritas. Dalam program dan konsep ini ditujukan untuk menunjukan prioritas perubahan menuju Indonesia yang lebih baik berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi, sosial, berkepribadian dalam kebudayaan. 

Dalam Program Nawacita ini Presiden menanggung jawabkan kepada Bappenas dan beberapa kementrian lainnya untuk menyukseskan program tersebut. Bappenas mengkonsep rancangan tersebut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 -- 2019. Pembiayaan Pembangunan adalah faktor kunci untuk mewujudkan konsep nawacipta tersebut.

Sebelum membahas bagimana Anggaran dan Sumber Pembiayaan Pembangunan "Nawacipta" Jokowi-JK, mari kita memahami tersebih dahulu apasih Anggaran dan Sumber Pembiayaan itu ? Bagaimana prosesnya dan Apa saja Jenis Jenisnya.

Menurut beberapa ahli seperti Mulyadi , anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Sedangkan Menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri, anggaran adalah suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan.

Sumber Pembiyaan dalam Pembiayaan Pembangunan merupakan pengalokasian dana yang dipakai untuk pembangunan dan pengembangan wilayah dalam semua sektor ekonomi, sosial, fisik, lingkungan, dll. Sumber sumber pembiayaan ini dibedakan menjadi dua, yaitu :

  • Sumber pembiayaan Konvensional
  • Sumber pembiayaan konvensional diperoleh dari pemerintah, seperti dari anggaran pemerintah APBN/SPBD, pajak, retribusi.
  • Sumber pembiayaan Non-Konvensional
  • Diperoleh dari kumpulan dana pemerintah,swasta, dan masyarakat. Misalnya : Zakat, dana pensiun, tabungan masyarakat, hibah dll.

  • Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah :












 

  • Kurang lebih seperti itu pengertian umum Anggaran dan Sumber Pembiayaan, dalam artikel ini hanya membahas anggaran dan Sumber Pembiayaan Non-Konvensional Program "Nawacipta" Jokowi-JK. Bappenas memperkirakan untuk mencapai dan menyuskseskan nawacipta ini pembangunan infrasturktur yang ditetapkan RPJMN tahun 2015-2019 dana yang diperlukan mencapai Rp. 5.452 Triliun. 
  • Dari keseluruhan dana yang bisa dialokasikan pemerintah pusat dan kemampuan untuk menyediakan dana hanya Rp. 1.131 Triliun. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat selisih dana sebesar Rp. 4.321 Triliun yang untuk memnuhi kebutuhan melalui usaha dan alternative seperti kerja sama Antara Pemerintah dengan Pemerintah Swasta. Dari fakta tersebut bahwa Sumber pembiayaan pembangunan nawacipta lebih banyak dari sumber non-konvensional dibandingkan dari sumber dana konvensional.

  •             Dilansir dari situs BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)
  • Skema sumber pembiayaan pembangunan diluar APBN presiden mewacanakan,
  • Pertama, skema refinancing yaitu berupa pengalihan portofolio piutang yang proyek fisiknya telah selesai kepada debitur baru. Tiga bank Badan Usaha Milik Negara (Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI) tengah berencana melakukan refinancing proyek infrastruktur kepada China Development Bank (CDB) dan Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) dengan nilai US$10 miliar.
  • Kedua,  skema direct lending pada BUMN-BUMN tertentu yang memiliki excess of leverage dandebt to equity ratio (DER) masih di bawah 100%, serta kinerja operasional positif yang berkelanjutan dengan rentang return on asset (ROA) 1% - 20%. Komitmen pinjaman dana pembiayaan infrastruktur selama 5 tahun ke depan senilai Rp 506 triliun diperoleh melalui Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) dan China Development Bank (CDB).

  • Pembiayaan  pembangunan bentuk lain yang dapat dikembangkan adalah: pembiayaan melalui Coporate Social Responsibility (CSR), pembiayaan Public Private Partnership (PPP), Availibility Payment, Kawasan Ekonomi Khusus, Debt Nature Swap (DNS)

  • Selanjutnya dari hasil kajian juga diungkapkan bahwa kondisi APBN 5 tahun terakhir menunjukkan defisit anggaran yang semakin meningkat dari Rp 46,8 triliun di tahun 2010 menjadi Rp 241,5 triliundi tahun 2014. Posisi kseimbangan primer yang menunjukkan saldo positif pada APBN 2010 sebesar Rp 41,5 triliun telah berubah menjadi negatif Rp 93,9 triliun pada APBN 2015. Kondisi yang terus menerus seperti ini mengharuskan pemerintah untuk membiayai selain defisit anggaran, pemerintah juga harus melunasi utang yang jatuh tempo, sehingga pembiayaan yang diperlukan adalah sebesar defisit ditambah dengan hutang yang jatuh tempo dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

  • Terdapat kondisi berikut ini yang mempengaruhi besarnya defisit anggaran, yaitu:

  • Asumsi makro APBN yang tidak pernah akurat;
  • Kelebihan Pembiayaan APBN
  • Tingkat Bunga Kupon Obligasi/ SUN Terlalu tinggi sehingga meningkatkan biaya layanan utang yang mencapai Rp 121,3 triliun (10 miliar US $) pada tahun 2014.
  • Penerbitan SUN/ SBN mendahului kebutuhan.

  • Porsi APBN dalam pembiayaan infrastruktur masih merupakan bagian yang penting walaupun banyak kendala untuk menutupi kekurangan dana. Pembiayaan melalui APBN baik secara langsung maupun melalui PMN kepada BUMN menjadi penggerak sumber-sumber pembiayaan lainnya untuk menunjang kekurangan dana. Oleh karena itu perlu pemerintah bisa menghitung prediksi jumlah kebutuhan pembiayaan pembangunan yang mampu disediakan oleh APBN dan BUMN, dan kebutuhan pembiayaan dari sumber lainnya (swasta / masyarakat). Bappenas melakukan proyeksi perhitungan kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur dalam 5 (lima) tahun ke depan sebesar 40,14%, sedangkan DJPPR mengatakan pemerintah hanya mampu membiayai sekitar 28% saja dari total kebutuhan dana untuk mengususng nawacipta ini. Dengan menggunakan angka yang dikeluarkan oleh DJPPR, pemerintah kemampuan membiayai pembangunan infrastruktur Tahun 2015-2019 sebesar 28% atau Rp1.528 triliun. Masih terdapat gap pembiayaan sebesar 72% atau Rp3.924 triliun yang harus disediakan melalui pembiayaan diluar APBN. Oleh karna itu untuk menyelesaikan masalah kekurangan dana tersebut perlu adanya strategi dan kerjasama yang kuat untuk mencapai suksesnya pembangunan.

  • Untuk mengatasi permasalahan permasalahan kekurangan dana tersebut, terdapat potensi pembiayaan yang bisa dikembangkan dan dimaksimalkan, yakni:

  • Memanfaatkan dana Industri Keuangan Non-Bank untuk Pembiayaan Pembangunan. Terdapat potensi dari sektor asuransi sebesar Rp. 130,3 triliun, sektor dana pensiun memiliki kapitalisasi sebesar Rp 85 triliun, sektor pembiayaan lainnya yang masih dimiliki pemerintah untuk dana haji saja berjumlah Rp. 73,79 triliun. Untuk dapat memanfaatkan sektor ini diperlukan upaya untuk membuka regulasi (unlocking regulation) agar sektor ini dapat berperan dalam pembiayaan infrastruktur.

  • Membentuk Bank Pembangunan untuk membiayai Pembangunan. Pembentukan Bank Pembangunan ini bisa dimulai dengan penggabungan PT. SMI dengan PIP yang sudah disetujui oleh DPR.  Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT SMI melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) sebesar Rp 20,3 triliun. Penambahan PMN sebesar Rp 20,3 triliun berasal dari penambahan PMN murni Rp 2 triliun pada APBN 2015 dan pengalihan aset dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebesar Rp 18,3 triliun,  Lembaga baru bernama Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) telah disiapkan, dan sudah masuk dalam prolegnas 2015-2019 nomor 155.

Oleh karena itu, dengan adanya alternative pembiayaan pembangunan non-konvensional diharapkan pemerataan pembangunan di indonesia dapat terwujudkan terutama dalam pembangunan infrastruktur dan pelayanan terhadap masyarakat. Kontrol terhadap pemerintahan pusat pun perlu dilakukan untuk saling berjalan bersama dalam proses pembiayaan pembangunan agar tidak ada kebocoran dana dan hal ataupun masalah lainnya. Sumber dana non-konvensional banyak dilakukan untuk mencukupi pembangunan yang dilakukan proyek proyek pemerintah dan swasta yang saling menguntungkan. Dan tentunya aspirasi dan peran masyarakat juga diperlukan sehingga potensi yang ada dapat dimaksimalkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline