PILKADA 2024 menghadirkan fenomena unik yang menjadi sorotan: munculnya kotak kosong di berbagai daerah. Fenomena ini terjadi ketika petahana maju sebagai calon tunggal tanpa lawan politik, memaksa masyarakat memilih antara mendukung calon tunggal atau kotak kosong.
Meski tampak sederhana, fenomena ini memunculkan berbagai kekhawatiran mengenai masa depan demokrasi, jalannya pemerintahan, hingga kontrol terhadap petahana oleh lembaga-lembaga pengawas. Kotak Kosong di Pilkada 2024 ibarat Peluang Demokrasi atau Ancaman Kontrol Politik?.
Namun dalam pemerintahan hasil dari kotak kosong, posisi lembaga legislatif, khususnya DPRD, menjadi sorotan. Partai politik yang mendominasi kursi di DPRD umumnya merupakan pendukung calon tunggal, yakni petahana. Hal ini memunculkan pertanyaan besar mengenai efektivitas kontrol legislatif terhadap eksekutif.
Ketika mayoritas anggota DPRD berada di kubu yang sama dengan kepala daerah, fungsi pengawasan yang sejatinya menjadi penyeimbang bisa menjadi lemah. Situasi ini semakin mengkhawatirkan apabila DPRD tidak menjalankan fungsinya dengan independen.
Alih-alih menjadi pengawas, DPRD bisa menjadi sekadar "pemberi stempel" bagi kebijakan kepala daerah, tanpa kritik atau perlawanan yang berarti. Pada akhirnya, nasib rakyat yang dipertaruhkan, karena tidak ada yang mengawasi dengan ketat kebijakan dan jalannya pemerintahan.
Dalam sistem demokrasi, pers memiliki peran vital sebagai pilar keempat yang berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan. Namun, di tengah fenomena kotak kosong, peran pers sering kali dipertanyakan. Jika pers memilih bungkam, maka ruang bagi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) akan semakin terbuka lebar.
Pers yang lemah dalam pengawasan akan membuat kepentingan rakyat semakin terpinggirkan. Oleh karena itu, pers harus lebih proaktif dan kritis dalam mengawal jalannya pemerintahan, terutama dalam kondisi di mana kontrol DPRD melemah.
Pers tidak boleh tunduk pada tekanan politik atau kepentingan bisnis yang mengancam independensinya. Dengan menyuarakan kebenaran dan membuka tabir penyimpangan, pers dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga demokrasi tetap berjalan sesuai relnya.
Aparat penegak hukum juga memiliki peran yang tidak kalah penting dalam menjaga kualitas pemerintahan hasil dari kotak kosong. Jika penegakan hukum tidak berjalan dengan tegas dan independen, maka harapan akan terciptanya pemerintahan yang baik akan semakin pudar.
KKN dan praktik korupsi diduga akan semakin merajalela ketika aparat hukum gagal menindak pelaku pelanggaran. Kepastian hukum adalah fondasi bagi setiap pemerintahan yang sehat. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus dibekali dengan kewenangan dan dukungan yang kuat agar bisa bertindak tanpa intervensi dari pihak manapun.