Lihat ke Halaman Asli

Mercuri Ancam Generasi Aceh Jaya

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Sabee Aceh Jaya diperkirakan akan menjadi lokasi penyakit minamata baru di Provinsi Aceh. Dampak penting tidak ada pengelolaan limbah merkuri hasil dari proses pengilingan emas secara tradisional. Penyakit lingkungan diciptakan oleh petambang tambang emas demi mendapatkan emas dengan menyisakan masalah dikemudian hari.

Tidak bisa disangkal masalah lingkungan lahir dan berkembang karena faktor manusia jauh lebih besar dan rumit (complicated) dibandingkan dengan faktor alam itu sendiri. Manusia dengan berbagai dimensinya, terutama dengan faktor mobilitaspertumbuhannya, dan begitu juga dengan faktor proses masa atau zaman yang mengubah karakter dan pandangan manusia, merupakan faktor yang lebih cepat dikatakan kepada masalah-masalah lingkungan hidup.

Limbah mercuri di buang ke sungai Krueng Sabee oleh petambang yang melakukan eksplorasi tambang emas Aceh Jaya. Eksplorasi di Gunung Ujeun telah terus berlanjut, tamu dari daerah juga berdatangan mencari emas dengan cara tradisional. Memisahkan emas dengan menggunakan mercuri berdasarkan berat jenis. Mercuri diendapkan kedalam tanah alluvial yang mengandung emas, emas naik ke atas dan endapan lain mengendap kebawah, emas muncul ke permukaan.

Seperti itulah teknik pengambilan emas dengan merkuri yang menghasilkan limbah sangat berbahaya bagi makhluk hidup. Limbah di buang ke daerah aliran sungai tanpa ada proses pengolahan sama sekali oleh masyarakat. Merkuri (Hg) adalah jenis logam sangat berat, membeku pada temperatur –38,9 oC dan mendidih pada temperatur 357 oC.

Merkuri dapat diakumulasi dalam tubuh manusia adalah merkuri yang berbentuk methyl merkuri (CH3Hg), juga dapat terakumulasi dalam ikan. Kasus keracunan metil merkuri pada orang, baik anak maupun orang dewasa, diberitakan secara besar-besaran pasca Perang Dunia ke-2 di Jepang disebut sebagai Minamata Disease (Penyakit Minamata).

Pemandangan pengilingan emas dilakukan oleh kelompok masyarakat di depan rumah mereka di Aceh Jaya, hasil limbahnya langsung di buang ke sungai yang berakibat langsung terhadap kehidupan manusia dan biota sepanjang kehidupan daerah aliran sungai tersebut, yang bersentuhan langsung dengan aktivitas ekosistem. Dekat aliran sungai telah berdiri warung kecil menyediakan ikan bakar bagi pengunjung dan pendatang eksplorasi emas.

Ikan bakar di konsumsi manusia, ditakutkan dengan kondisi ini, ikan dibeli oleh masyarakat dan memakannya. Misalnya ikan bakar terkontaminasi dengan merkuri, apa ada yang sanggup mengatakan merkuri aman di konsumsi oleh manusia. Bukan hanya orang Aceh Jaya terkena dampaknya tapi semua yang melakukan eksplorasi tambang emas, apalagi telah berdatangan orang-orang dari luar Aceh terkontaminasi merkuri.

Akibatnya, pada intoksikasi berat penderita menunjukkan gejala klinis tremor, gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, jalan sempoyongan (Ataxia) yang menyebabkan orang takut berjalan. Hal ini diakibatkan terjadi kerusakan pada jaringan otak kecil (serebellum).

Pemerintah jangan membiarkan kondisi ini berlanjut. Ditakutkan masyarakat Aceh Jaya akan kehilangan generasi produktifnya, dampak langsung dirasakan oleh meraka yang terkontaminasi. Mercuri tidak langsung membawa penyakit bagi manusia, tapi terakumulasi dalam tubuh. Seperti air sungai dipakai oleh warga untuk mandi dan dialirkan ke sawah. Jadi setiap hari warga memanfaatkan air dan mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi dengan merkuri.

Setiap hari produksi limbah merkuri sebanyak 100 kilogram dari kilang pengolahan biji emas yang dibuang ke sungai Krueng Sabee. Hasil investigasi Walhi Aceh dilapangan adalah warga sekitar tambang telah mengetahui bahaya penggunaan merkuri, masyarakat cuek dan tidak memikirkan dampak dan menghindari bahaya merkuri..

Imbas merkuri bukan hanya pencemaran di sungai, semua ekosistem yang pernah berhubungan dengan sungai Krueng Sabee juga berpotensi menimbulkan penyakit minamata. Pada kadar merkuri yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru, muntah-muntah, peningkatan tekanan darah atau denyut jantung, kerusakan kulit, dan iritasi mata. Masyarakat mengetahui dampak langsung mengunakan merkuri. Jika Merkuritelah terkontaminasi dalam tubuh manusia, maka akan merusak sistem syaraf, tidur, perubahan mood (perasaan), kesemutan mulai dari daerah sekitar mulut hingga jari dan tangan, pengurangan pendengaran atau penglihatan dan pengurangan daya ingat. Semoga segera ada penangan serius dari pemerintah untuk menindak penambangan tradisional di Aceh Jaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline