Lihat ke Halaman Asli

Bagus Suminar

Dosen UHW Perbanas Surabaya dan Pemerhati Ilmu Manajemen

SPMI Perguruan Tinggi: Bisakah Kebijakan ini Gagal?

Diperbarui: 18 Oktober 2024   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Model Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Pendahuluan

Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah inisiatif pemerintah yang dirancang untuk menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.

Permendikbudristek no 53 tahun 2023 pasal 67 sampai 70, disusun sebagai pengganti Permenristekdikti no 62 tahun 2016. Peraturan Menteri diatas merupakan peraturan terbaru untuk regulasi implementasi SPMI Perguruan Tinggi.

Melalui siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar), SPMI bertujuan untuk memastikan mutu pendidikan tinggi sesuai dengan standar nasional atau harapannya dapat melampaui.

Namun, di beberapa perguruan tinggi, kebijakan ini sering kali dirasa belum optimal mencapai tujuannya. Dokumen disusun hanya untuk sekedar formalitas belaka, belum menjadi acuan kongkrit dalam pengelolaan perguruan tinggi.

Mengapa kebijakan yang sudah dipersiapkan dan dirancang dengan baik tidak berjalan efektif di lapangan?

Teori implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn, The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework.Administration & Society, menawarkan perspektif yang membantu menjelaskan mengapa SPMI tidak selalu berhasil diimplementasikan.

Dalam model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, ada enam komponen utama yang memengaruhi efektifitas implementasi kebijakan: 1. standar dan tujuan kebijakan, 2. sumber daya, 3. komunikasi antarorganisasi, 4. karakteristik agen pelaksana, 5. kondisi sosial-politik, dan 6. sikap pelaksana.

Standar Tinggi, Kapasitas Terbatas

Kebijakan SPMI yang berlandaskan pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti) tampaknya menawarkan kerangka kerja yang jelas. Namun, standar yang tinggi ini sering kali sulit diterjemahkan oleh banyak perguruan tinggi, terutama yang memiliki keterbatasan sumber daya. Seperti misalnya standar sarana prasarana tentang penyediaan akses yang handal untuk teknologi informasi dan komunikasi (pasal 48 ayat 3 Permendikbudristek No 53 Tahun 2023).

Meskipun tujuannya jelas, perguruan tinggi di pelosok terpencil atau yang memiliki keterbatasan fasilitas mengalami kesulitan dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Perguruan tinggi dengan anggaran kecil sering kali menghadapi tantangan dalam mengimplementasikan standar ini secara penuh, sehingga dikhawatirkan kebijakan hanya menjadi sekadar formalitas belaka.

Tanpa Uang, Kebijakan Hanya Ilusi?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline