Lihat ke Halaman Asli

Bagus Styoko Purwo

Guru di Bekasi Kota

Apresiasi Sastra Kita

Diperbarui: 7 September 2016   13:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karya pemikiran yang berbentuk naskah, baik itu fiksi atau nonfiksi, yang terpublikasi secara cetak atau digital, sekarang ini mengalami peningkatan yang signifikan. Siapa pun boleh berkarya tanpa batasan yang menghambat kekreatifan karya. Setelah itu, sebuah karya bolehnya dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif bernilai relative di meja publik. Pada akhirnya hanya pembacalah yang sanggup menimbang kepatutan kriteria unggul, sedang, atau buruk, dengan point of view subjektif dan objektif terhadap karya-karya bermuatan sastra.

Kebanyakan kita menganggap orang yang menyukai karya sastra pastilah mereka yang berselera tinggi. Belum lagi, bagi mereka yang pelahap karya-karya sastra import pastilah tingkatan seleranya lebih dari yang pertama, dan berlaku yang sejenis mengalami peningkatan selera. Sedangkan karya sastra yang dimaksud menurut Esten, 1980 ialah karya seni yang berbicara tentang masalah hidup dan kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. 

Padahal suka atau tidaknya seseorang pada karya sastra, pertama lebih di dasari minat, yang bila ditelisik ke dalam bisa saja nampak potret masa lalu yang selalu ingin mendayu dalam imajinasinya atau selain itu– jadilah ia pembaca karya tematik yang pas dengan kenangannya. Atau kedua, karena suatu tuntutan lingkungan yang mengharuskannya mengambil satu, dua sampai lebih tema karya sastra – biasanya dilakukan oleh mereka yang sedang menempuh studykesusatraan. Itu pun juga dianggap sebagai pembaca, peminat sastra, meski mungkin musiman.

Pembauran dalam dunia kesusatraan kita yang telah mengalami pemuktahiran zaman, yang lantas memacu tingkat kompleksitas unsur-unsur pembangun karya, seperti materi yang menguatkan tema dari sebuah pembahasan panjang semisal tentang sejarah kemerdekaan, humanisme yang sengaja di fiksikan secara  lugas, unsur intrinsik dan ekstrinsik – kenyataan yang saat ini merebak justru hadirnya muatan instan (karya). Karya meskipun bersumber otentik faktual ketika dituliskan dalam sudut penulis maka ia menjadi fiksi/rekaan konsep imajinasi penulis. 

Baik itu prosa, novelette, atau puisi.  Adapun rentang waktu bertahannya karya-karya sastra saat ini bila dibanding karya-karya sastra era dulu terlihat jelas bahwa pengaruh karya-karya sastra dulu menaruh pengaruh pada konten karya-karya sastra sekarang. Baik itu sastra era dulu atau era sekarang, kehadiran keduanya merupakan bahan pembahasan bentuk apresiasi yang selama ini kita akrab mengomentari seluk-beluk karya-karya pilihan. Dari sinilah kita memulai bagaimana membentuk apresiasi sastra yang sesungguhnya.

Respon positif yang mengena pada sebuah karya dalam bentuk apresiasi, telah banyak dilakukan oleh penikmat karya. Kita tentu mengenal apa itu kritik sastra, kajian sastra, atau sekedar ulasan sastra. Pembeda operasionalnya terletak pada alat pembahasan yang digunakan. Kalau kritik sastra mengharuskan komparatif karya-karya yang serupa atau berlainan arah, dengan sejumlah pandangan yang menguliti substansi karya yang dimaksud, dengan harapan muncul uraian konteks yang dikemudian hari menyempurnakan karya tersebut pada karya selanjutnya. 

Tak berbeda jauh dari kritik sastra, kajian sastra sebagai bentuk pembahasan serius yang menautkan teori-teori sastra sebagai landasan pembahasan yang dilakukan. Hanya saja dalam kajian sastra perkembangan keilmuan sastra semakin meluas. Dan kalau pun ulasan sastra terasa ringan serta mengalir sebagaimana tulisan lepas, bukan berarti diluar lingkup sastra aslinya.

Beragam apresiasi sastra banyak terpublikasi. Mereka yang menulis itu tidak saja dari kalangan sastrawan atau pengarang sungguhan. Namun mereka yang diluar kategori tersebut tentunya bukanlah kalangan awam. Satelit  jangkauan mereka terhadap perkembangan karya sastra terbilang up to date. Dengan demikian, mereka memiliki kebebasan meletakkan karya sastra pada banyak tempat peniliaian itu disebut apresiasi. 

Searah dengan pendapat Efendi dkk (1998) yang dikutip oleh Zulkarnaini bahwa apresiasi ialah kegiatan  mengakrabi karya sastra secara sungguh-sungguh. Proses mengakrabi itu sebagai upaya pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan, dan berakhir pada penerapan. Dari situlah, pembaca karya sastra mudah melakukan penilaian terhadap sebuah karya. Dan diluar penilaian yang sesungguhnya kualitas apresiasi yang diberikan mengacu pada pengalaman membaca.

Anggapan yang terkandung dalam rupa apresiasi merupakan buah pertimbangan yang logis. Sebabnya pemahaman terhadap karya yang dibaca khususnya memberikan kesan positif terhadap kepuasan pembaca. Pembaca mengerti betul susunan yang dimaksud berkualitas, walau ternyata sisi kualitas itu bersifat relative menurut penilaian antar individu. Dengan begitu, kalau pun kita termasuk pembaca karya sastra yang memiliki jam terbang yang tinggi tentunya sudah paham bagaimana memberikan apresiasi secara patut.

Idealnya apresiasi diwujudkan setelah kita membaca semua lembaran karya sehingga telah menyelaminya, menemukan nilai-nilai di dalamnya, bahkan kita berempati saat/setelah menyelesaikan pembacaan karya itu. Kesempurnaan bentuk apresiasi kita ialah karya yang kita pahami dengan baik. Dengan demikian, kita sebagai pembaca mengerti bahwa lahirnya karya-karya sastra berikutnya, bermutu atau tidaknya, setidaknya partispasi kita berupa apresiasi menentukan arah kedepannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline