Di sebuah kementerian, kehidupan beragamanya sangat tinggi. Setiap azan dhuhur dan azan ashar berkumandang, sebagian besar staf berduyun-duyun ke masjid untuk melakukan shalat berjamaah. Jumlah jamaah shalat fardhu bisa dikatakan hampir sama dengan jamaah shalat Jumat. setiap orang saling memberikan salam, baik ketika masuk ke sebuah ruangan maupun ketika berjumpa dengan kawannya. Sunnah-sunnah lainnya juga dipelihara. Jumlah yang melakukan puasa Senin-Kamis cukup banyak. Jumlah laki-laki yang memelihara jenggot, seperti sunnah nabi, juga cukup banyak. Namun sayangnya tingkat kehidupan beragama yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan tingkat korupsi yang rendah. Sayangnya angka korupsi juga tinggi. Menurut data yang dirilis oleh Seknas FITRA pada halaman ini, kementerian ini termasuk dalam salah satu kementerian dengan potensi terkorup.
Ada apa dengan agama?
Mengapa agama tidak bisa menjadi barrier dalam mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan dholim? Saat ini agama cenderung menjadi subyek yang paling mudah dilecehkan. Seseorang bisa saja melakukan sebuah perbuatan curang, namun menjadi manis ketika dibalut dengan agama. Agama menjadi sebuah alat jualan paling laku di negeri ini. Anda mau jualan apa saja kalau dibungkus agama pasti akan laku. Termasuk jualan seks. Seperti halnya ketika prostitusi berbalut nikah siri di Kawasan Puncak sangat digemari oleh para turis-turis pria dari jazirah Arab. Anda berbohongpun kalau dibungkus dengan agama pasti akan mudah dipercaya. Misalnya kalimat insyaAllah yang sekarang sering dilecehkan. Banyak orang yang memang sudah niat untuk mengingkari janjinya, namun ketika dibungkus dengan ucapan insyaAllah akan menjadi sangat manis. Agama memang alat pemanis jualan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H