Lihat ke Halaman Asli

Narkoba dan Pola Komunikasi Keluarga

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Semoga masih ingat dengan kasus kecelakaan Tugu Tani yang karena penggunaan zat ilisit dari pengemudinya telah membahayakan orang lain. Ada kecenderungan untuk menggunakan obat-obatan atau zat ilisit mulai dari alkohol, ganja atau tembakau dengan berbagai alasan yang rumit. Abuse atau penyalahgunaan zat-zat tersebut bisa dilihat dengan mudah di rumah sakit, terutama jika berkunjung ke bagian gawat darurat. Tidak sedikit kasus yang akhirnya berujung dengan trauma fisik atau kecelakaan seperti kasus Afriyani. Lapas dan rumah tahanan menjadi salah satu jembatan antara ketergantungan, penyalahgunaan napza sampai dengan kejahatan. Cukup banyak kejahatan yang dimulai dari penyalahgunaan dan ketergantungan napza. Meskipun penggunaan zat-zat sejenis opiat mulai menurun, namun tren yang berkembang sekarang terjadi peningkatan penggunaan zat-zat stimulan atau obat-obatan yang bisa didapat dengan mudah di diskotik dan tempat hiburan malam.

Sejak awal munculnya masalah ketergantungan napza, pencarian terhadap pengobatan dan pencegahan penyalahgunaan zat masih menjadi masalah yang belum terpecahkan. Telah banyak riset yang dikembangkan dan cukup membawa pengetahuan yang berharga terutama mengenai aspek perilaku terhadap penyalahgunaan napza. Salah satunya adalah pentingnya pencegahan dan pendidikan yang harus dimulai semenjak usia anak dan remaja.

Penyalahgunaan napza secara umum dapat menyebabkan gejala-gejala intoksikasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pola pikir, persepsi, perhatian/atensi dan kemampuan tubuh untuk mengendalikan dirinya. Sebagian besar zat dapat membuat efek ketagihan yang dimulai setelah pengurangan atau penghentian sejumlah dosis zat yang biasanya dikonsumsi. Efek yang paling ringan mulai dari kecemasan, kejang sampai halusinasi atau gangguan jiwa dapat menjadi dampak lebih lanjut terhadap penggunaan zat. Meskipun gejala ketagihan atau sakaw tidak pernah menyebabkan kematian, namun overdosis atau konsumsi zat dalam jumlah di luar kebiasaan telah banyak merenggut korban jiwa. Efek lain dari penggunaan zat ialah adanya efek toleransi, yaitu peningkatan terus menerus secara bermakna jumlah zat yang harus dikonsumsi. Trilogi withdrawal, over-dosis dan toleransi ini menimbulkan masalah sosial dan masalah kesehatan yang cukup serius

Masalah penggunaan zat tidak dimulai serta merta begitu saja. Umumnya masalah ini mulai muncul semenjak masa kanak-kanak atau remaja. Setiap orang berisiko untuk memiliki masalah penggunaan napza. Namun ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang akan mengalami masalah dengan napza. Masalah dalam keluarga menjadi salah satu penyebab terbesar penyalahgunaan napza. Lingkungan rumah yang tidak nyaman untuk anak dan anggota keluarga, tidak efektif nya asuhan orang tua dan kurangnya kasih sayang dari orang tua menjadi tiga faktor dominan penyebab masalah penyalahgunaan napza. Namun banyak juga anak yang berasal dari keluarga yang nyaman dan penuh kasih sayang namun akhirnya memiliki masalah penyalahgunaan napza. Ternyata ada faktor lain di luar keluarga yang mempunyai peranan tidak kalah besarnya. Anak yang agresif atau pemalu mempunyai kecenderungan yang lebih besar jika dibandingkan teman-teman lainnya. Anak yang tidak mampu beradaptasi sosial secara baik akhirnya dapat terjerumus kedalam penyalahgunaan napza. Prestasi sekolah yang buruk juga dapat mendorong seorang anak untuk mencoba-coba napza. Faktor lingkungan bermain dan teman sebaya juga mempunyai andil yang cukup besar. Anak yang dibesarkan di lingkungan yang sebagian besar mempunyai masalah penyalahgunaan napza akan mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk akhirnya bermasalah dengan napza.

Orang tua atau kerabat terdekat harus mampu mengenali tanda-tanda seorang anak yang bermasalah dengan napza. Semakin cepat diketahui tanda-tanda penyalahgunaan akan semakin menentukan keberhasilan terapi. Orang tua harus mampu mengenali tanda-tanda yang spesifik sekali untuk penyalahgunaan napza, misalnya nilai-nilai yang tiba-tiba menurun, bosan dengan aktifitas yang sebelumnya menjadi hobinya (misalnya berolahraga), malas mengerjakan PR atau berteman dengan kawan-kawan baru yang tidak jelas latar belakang nya. Anak yang memiliki masalah dengan napza juga cenderung untuk lebih agresif dan lebih mudah marah. Menjadi pelupa juga merupakan salah satu penyebab menurunnya nilai-nilai akademis di sekolah. Anak harus diperhatikan faktor emosinya, apakah tampak depresi, udah putus asa atau ada keinginan untuk bunuh diri. Orang tua juga harus mulai curiga jika terdapat barang-barang yang konsisten hilang di dalam rumah. Meningkatnya rasa egoisme kadang menjadi salah satu tanda karena biasanya anak akan lebih banyak membutuhkan waktu sendiri dibandingkan dengan berkumpul bersama keluarga atau saudara-saudaranya. Tanda fisik yang paling mudah dikenali mungkin dengan meningkatknya penggunaan wangi-wangian atau deodorizer yang digunakan si anak untuk menghilangkan efek bau-bauan khas dari napza. Ada baiknya orang tua mengenali mana bau ganja dan mana bau rokok.

Sebagian besar pengguna napza percaya bahwa mereka bisa menghentikan masalah napza nya sendiri. Namun sebagian besar yang percaya tersebut juga mengalami kegagalan dalam usaha menghentikan penyalahgunaan napza. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin lama menggunakan zat akan semakin sulit seseorang untuk dapat lepas dari ketergantungan. Efek “nagih” nya bahkan masih akan muncul bahkan setelah lama berhenti menggunakan zat. Karena efek jangka panjangnya ini, maka usaha terpenting dalam rehabilitasi pengguna napza adalah untuk menghentikan relaps. Meskipun relaps itu sesuatu hal yang sangat masuk akal bagi pengguna napza, diperlukan usaha yang komprehensif baik dari pengguna sendiri, keluarga maupun lingkungan. Tidak ada satu terapi tunggal yang manjur untuk menyalahgunaan napza, semuanya saling terkait. Anak yang bermasalah dengan napza juga tidak bisa dibiarkan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Bantuan dan peran orang tua serta kerabat terdekat amat sangat diperlukan. Salah satu kunci dari keberhasilan terapi penyalahgunaan napza adalah peran orang tua yang sangat besar.

Masalah penyalahgunaan napza ini sesuatu yang “chronic relapsing dissease”. Pencegahan secara dini baik di sekolah maupun di rumah sangat penting untuk dilakukan bersama-sama. Tidak saja menjadi tanggung jawab anak semata. Tetapi juga menuntut tanggung jawab yang besar dari guru dan utamanya orang tua. Memperbaiki pola komunikasi antara anak dengan orang tua dapat menurunkan faktor risiko teradmpak napza. Sangat diperlukan peningkatan skill komunikasi sosial pada anak agar nantinya si anak tidak terjebak dalam pergaulan yang salah. Pemberian informasi yang benar tentang napza juga tidak saja menjadi tanggung jawab guru. Orang tua harus mampu memahami apa itu napza dan bagaimana mencegah penyalahgunaan napza di lingkungan masyarakat yang paling kecil yaitu keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline