Pada masa sekarang, sangat mudah untuk mendapatkan materi pornografi. Hanya dengan bermodal akses internet, Anda sudah dapat mengakses ke jutaan situs porno yang tersebar di berbagai domain internet. Dua puluh tahun yang lalu pornografi hanya bisa diakses oleh sumber-sumber hardcopy, misalnya majalah atau stensilan dimana cara mendapatkannya pun tidak terlalu mudah. Jaman sekarang pornografi bisa diakses melalui laptop atau handphone. Mudah sekali diakses, bahkan oleh anak-anak yang belum cukup umur.
Terkait dengan seksualitas, pornografi telah berhasil mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap seksualitas. Pandangan yang dipengaruhi bukannya semakin membaik, namun justru pandangan yang semakin buruk dalam seksualitas. Era sekarang telah membawa generasi muda, terutama remaja pria, ke dalam era kekerasan seksual yang tidak mustahil akan menuju ke pelecehan seksual dan perkosaan. Bisa dimaklumi jika perkosaan meningkat akhir-akhir ini, berbanding lurus dengan semakin mudahnya akses kepada pornografi. Pornografi secara perlahan telah mempengaruhi pandangan seksualitas, perilaku dan sikap masyarakat terhadap kaum perempuan.
Pornografi diyakini memberikan dampak negatif bukan hanya kepada penikmat nya, namun juga kepada populasi terdampak, misalnya kaum perempuan.
Pertama, seksualitas dalam pornografi adalah memandang kaum perempuan sebagai obyek pemuas pria. Dalam pornografi, perempuan selalu diposisikan dalam situasi “obyek” yang “dimainkan”, tanpa pernah melihat sexual pleasure pada perempuan. Bahkan pada skenario dominasi perempuan, selalu didapatkan adanya perempuan yang akhirnya kembali menjadi obyek aktifitas seksual. Perempuan dipaksa menggunakan cara pandang pria dalam memahami seksualitasnya.
Kedua, kekerasan virtual yang hanya ada di dalam industri pornografi telah memicu terjadi kekerasan seksual dalam kehidupan nyata. Sama halnya dengan videogames kekerasan yang mampu memicu terjadinya kekerasan pada remaja. Remaja pria yang sedang haus akan informasi seksualitas kemudian akan menilai bahwa “inilah” satu-satunya cara untuk mendapatkan kepuasan seksual, yaitu dengan kekerasan. Kemudian akan terjadi normalisasi norma-norma kekerasan seksual yang akan dipahami sebagai bagaimana romansa dan percintaan seharusnya terjadi. Pemahaman yang keliru antara kekerasan, seksualitas dan romantika kemudian akan menimbulkan masalah yang cukup serius baik bagi yang belum atau yang sudah berada dalam lingkaran perkawinan. Pornografi sama sekali tidak termasuk dalam kategori romansa dan percintaan. Pornografi murni adalah industri yang diciptakan untuk memfasilitasi fantasi seksual kaum pria. Dari tahun ke tahun industri seks semakin menunjukkan tren yang sangat mengkhawatirkan. Tuntutan dari para penikmat industri inilah yang kemudian menciptakan pola-pola kekerasan yang tingkatannya semakin tinggi. Semakin banyak film yang menunjukkan aktifitas gangbang, satu aktris porno yang harus melayani beberapa pria secara bersamaan. Ini menciptakan degradasi dan desensitisasi pemahaman seksual. Tidak heran apabila kemudian marak sekali kasus-kasus perkosaan beramai-ramai yang sebenarnya para pelaku sering mendapatkan ide dari industri pornografi yang telah terlanjur mendesensitisasi pemikiran mereka tentang seks dan seksualitas.
Ketiga, pornografi berdampak cukup besar terhadap cara pandang perempuan terhadap tubuh mereka, cara pandang seksualitas dan pola pikir terhadap hubungan atau relasi dengan pasangan. Pornografi sedikit banyak telah memaksa para gadis-gadis belia untuk merubah norma, misalnya norma terhadap fashion dan kecantikan. Salah satu dampak dari intervensi industri pornografi adalah keyakinan bahwa perempuan yang cantik adalah perempuan dengan rok mini, dada besar atau bibir merah merekah. Pornografi telah mencuri identitas seksual perempuan. Pornografi adalah alat propaganda yang sempurna untuk menunjang pola-pola patriarki.
Keempat, pornografi sangat berdampak negatif dalam kehidupan rumah tangga. Sebuah survey membuktikan bahwa lebih dari 50% perceraian di Amerika dipicu oleh pornografi. Lebih lanjut lagi survey tersebut menyebutkan, pria yang sangat dekat aktifitasnya dengan pornografi, meskipun itu softporn, akan kehilangan daya tarik terhadap istrinya. Premis ini merupakan bukti telah terjadinya desensitisasi seksual pada pemikiran pria yang kemudian diikuti dengan fantasi seks berlebihan. Tentu saja sang istri tidak mampu mengikuti fantasi seks sang suami. Romantika dalam rumah tangga berkurang. Kemudian terjadi peningkatan seks fisik dimana seks hanya dimaknai sebagai kontak fisik semata tanpa bumbu-bumbu romantisme dalam rumah tangga. Keintiman emosional akan semakin hilang dan berganti dengan keegoisan fisik untuk dapat berhubungan dengan pasangannya. Mungkin masih aneh terdengar ditelinga kita tentang perkosaan dalam rumah tangga. Namun itu banyak terjadi dan tidak banyak yang keluar di permukaan. Perkosaan dalam rumah tangga sekali lagi dipicu oleh pornografi dimana suami kemudian melihat istri hanya sebagai obyek seksual tanpa romantisme rumah tangga.
Lalu apa yang dapat kita lakukan ?
Untuk melawan pornografi perlu dilakukan advokasi dan kampanye terus menerus terhadap romantisme, seks yang sehat dan pendidikan seks pada remaja. Dalam artian tidak menggurui remaja untuk tidak melakukan hubungan seks, namun menanamkan tanggung jawab yang besar terhadap organ reproduksinya. Dengan pendekatan negatif selama ini terbukti malah semakin banyak remaja yang tidak peduli dengan seksualitasnya. Lain halnya jika kita sampaikan ; “Hey, kamu hanya punya satu organ reproduksi dan tidak mungkin untuk cari sparepart nya. Tolong kamu jaga organ mu itu sebaik-baiknya. Belajarlah tentang arti dari seksualitas. Jangan mencari pemahaman tentang seksualitas dari pornografi karena hanya akan menciptakan pandangan yang semakin salah tentang seks dan seksualitas. Sama halnya kamu belajar nyetir mobil kepada orang yang nggak punya mobil.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H