Lihat ke Halaman Asli

Bagus Rachmad Saputra

Alumni Program Studi S2 Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang

Meruwat Nasionalisme

Diperbarui: 28 Oktober 2020   05:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Monumen Dr. Soetomo/Dokumentasi Penulis

Tanggal 28 Oktober peristiwa besar terjadi dalam catatan sejarah bangsa Indonesia. Tepat ditanggal 28 Oktober 1928, ikrar persatuan sebagai bangsa digagas oleh mereka yang sebelumnya terpecah-pecah dalam organisasi kepemudaan yang cenderung feodal. 

Tentu ketika kita membaca buku sejarah kita akan mengingat organisasi-organisasi kepemudaan macam Tri Koro Dharmo, Jong Java, Jong Sumatera, Jong Celebest, Jong Borneo dan beberapa organisasi kepemudaan lainnya.

Ikrar yang ditandai dengan sebuah sumpah untuk berbangsa, berbahasa, bertanah air satu sebagai bangsa yang bernama Indonesia. Serta di kongres itulah, lagu kebangsaan "Indonesia Raya" pertama kali dikumandangan oleh Wage Rudolf Supratman untuk membakar semangat nasionalisme kaum pemuda saat itu. 

Untuk melawan penindasan kaum kolonial, dan menyadarkan hanya pergerakan yang didasarkan oleh rasa persatuan dan kesatuan lah yang dapat menjadi alat untuk melawan sistem penindasan kolonial.

Merefleksikan peringatan hari sumapah pemuda ditengah masa pandemi virus menggugah semangat nasionalisme kita. Untuk bahu-membahu saling membantu agar tetap tegar melewati masa pandemi yang sulit itu. 

Sebelum berikrar menjadi bangsa Indonesia yang beberapa tahun kemudian lepas dari cengkraman penjajahan kolonial melalui sebuah proklamasi kemerdekaan. Rasa kebangsaan para pemuda Indonesia terbangun akan persamaan nasib sebagai bangsa yang tertindas di tanah airnya sendiri.

Itulah yang kemudian menjadi pondasi terbentuknya rasa nasionalisme para pemuda saat itu, yang kemudian diwariskan hingga saat ini. Berbicara rasa nasionalisme, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dengan keragamana suka,agama,ras, dan budaya. 

Sehingga butuh satu hal yang bisa mempersatukan perbedaan itu semua kedalam satu nation. Bukan hal mudah menyatukan perbedaan suku, agama, ras, dan kebudayaan yang berbeda-beda. Masing-masing memiliki cara pandang tersendiri akan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Founding father bangsa Indonesia, Soekarno dan Hatta dapat melepaskan identitas sosial yang melekat pada perbedaan suku, ras, agama, dan budaya tersebut. Pada satu ikatan "kemarahan" akan nasib terjajah dan melarat di negeri sendiri yang kemudian menyadarkan diri dalam sebuah gerakan untuk melawan penjajahan dan penindasan. 

Ernest Gellner (1983), menyebut nasionalisme merupakan sebuah prinsip politik maka rasa sebagai satu nation harus sejalan dengan satuan politik. Dimana nasionalisme adalah bentuk legitimasi politik suatu negara. 

Sementara sejarawan, Bennedict Anderson menyebut nasionalisme merupakan perhatian akan sentimen nasional dalam melepaskan kesetiaan primordial dan solidaritas asal-usul yang berakhir pada rasa mementingkan kepentingan negara daripada kepentingan individu sebagai suatu pilihan rasional. Namun yang terjadi seiring berkembangnya zaman justru sebaliknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline