Dulu, dulu sekali, waktu saya masih muda dan berseragam abu-abu, waktu jaman intisari menjadi minuman favorit di penghujung sekolah, waktu Avatar : the legend aang belum ada, dan negara api belum menyerang, saya adalah pelajar yang pada umumnya belajar dan bertekad lulus dengan nilai yang baik, supaya bisa masuk kuliah di kampus favorit.
Saya hidup di jaman itu, jaman di mana video dengan format 3gp mudah merajalela dari telepon genggam ke telepon genggam lewat bluetooth, kepingan cakram digital tanpa cover berpindah tangan dan membuat goretan, serta sesekali karya Enny Arrow yang masih tersisa nyelip dibuku pelajaran sekolah.
Waktu itu, uang saku paling besar untuk pelajar adalah Rp50ribu. Itu uang jajan teman saya, perempuan, yang merupakan anak dari pegawai Bank Indonesia. Apa jabatan orang tuanya saya tidak tau, tapi itu yang diceritakan si perempuan yang jajannya banyak itu. Uang jajan seharinya itu, bisa untuk traktir teman setengah kelas. Waktu itu, harga nasi uduk di kantin sekolah cuma Rp3000. Dan uang jajan saya waktu itu Rp7000 (belum dipotong ongkos angkot Rp2000 pulang-pergi).
Waktu saya berseragam abu-abu artinya saya murid SMA. Saat itu,presidennya Megawati Sukarnoputri. Presiden yang pertama berjenis kelamin wanita, yang menggantikan Abdurahman Wahid (Gusdur) karena mandat MPR.
Waktu kelas 2 SMA, ada pemilu untuk pergantian presiden. Hasil pemilu itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jadi presiden. SBY ini diusung Partai Demokrat. Saat itu, saya belum ikutan pemilu, soalnya saya belum punya KTP. Tapi, saya ikut kampanyenya, sejumlah partai saya ikuti kampanyenya. Sebab, dapat uang Rp50ribu dan nasi uduk.
Saya sekolah tepat waktu, 3 tahun. Dan tidak pernah tinggal kelas. Pada jaman itu, lagi ngetren tinggal kelas. Biasanya, gara-gara kasus tawuran atau bolos sekolah sampai berbulan-bulan. Saya ikut tawuran, dan sering bolos, tapi saya bisa naik kelas. Karena saya adalah pelajar pada umumnya belajar dan bertekad lulus dengan nilai yang baik, supaya bisa masuk kuliah di kampus favorit.