Lihat ke Halaman Asli

Mewujudkan Good Governance Tidak Semudah Membalikkan Tangan

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13305277171481346932

Oleh : Bagus Anwar Hidayatulloh, Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Indonesia dengan sistem pemerintahannya dalam praktek pelaksanaan pemerintahannya memang belum mengalami kata maksimal. Dengan banyaknya kasus korupsi yang menjerat para pejabat publik baik itu pemerintahan pusat maupun daerah. Memjadikan efek buruk bagi pemerintahan Indonesia di mata masyarakat secara umum. Bagaimana tidak jika dalam mewujudkan good governance (pemerintahan yang bersih dan berwibawa) tidak ada saling bantu-membantu dan juga kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. jika kedua elemen ini tidak saling berupaya mewujudkan good governance secara bersama-sama maka sangatlah tidak mungkin jika ingin menjadikan pemerintahan Indonesia ini menjadi pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Jika dilihat dari sudut pandang antara keduanya, ada hal yang dianggap menjadi acuan akan kemunduran sistem pemerintahan. ada dua elemen yaitu pemerintahan sendiri sebagai pelayan publik dan juga masyarakat sebagai konsumen pelayanan.

Pertama, Pemerintah sendiri menganggap korupsi yang ada di ranah kantor-kantor milik negara itu merupakan hal yang wajar dan tidak bisa dihindarkan. Karena sudah menjadi kebiasaan dikalangan mereka. Karena mau tidak mau mereka akan mengalami masa, dimana mereka harus menerima uang atau ikut andil dalam upaya penyelewengan dana milik negara yang memang dianggap hal yang biasa. Kebiasaan seperti inilah yang menjadikan sulitnya menjadikan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Kemudian yang kedua dari elemen masyarakat sendiri, masyarakat masih kurang di dalam keikut sertaan mereka untuk menunjang good governance yang selama ini di idam-idamkan. Selama ini masyarakat hanya mengikuti apa saja perintah dari pejabat dan penyelenggara negara baik itu dalam hal yang tidak melanggar kode etik maupun yang melanggar kode etik. Masyarakat masih berpikir praktis dan tidak mau ambil pusing di dalam urusan administrasi pemerintahan yang ada. Jika urusan mereka sudah beres maka berakhirlah urusan mereka, meskipun dalam wadah yang tidak pada jalur normal, artinya dengan cara yang instan. Bekerja sama dengan pegawai pemerintahan yang menawarkan jalur yang lebih cepat dan mudah atau dengan kemauan masyarakat sendiri untuk melakukan percepatan melalui jalur pemangkasan prosedur meski itu melanggar kode etik yang ada.

Memang untuk mewujudkan good governance tidak semudah membalikkan tangan. Semua itu bisa berhasil jika memang ada suatu perubahan atau resolusi secara besar-besaran didalam menyikapinya. Pemerintah dan masyarakat seharusnya berinteraksi secara aktif untuk mewujudkan hal tersebut. Mungkin kedua permaslahan yaitu anggapan korupsi sebagai hal yang wajar bisa dihilangkan dan peran serta masyarakat secara aktif itu bisa dilaksanakan baru akan sedikit membuka ruang bahwa Indonesia bisa mewujudkan good governance secara maksimal. Bukan hanya sebagai wacana dan impian bangsa Indonesia selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline