Lihat ke Halaman Asli

Intervensi Politik Terhadap Hukum

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13293002801565849547

Oleh : Bagus Anwar Hidayatulloh "Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta" Lantunan suara serak pada penggembor profokasi sebuah konflik internal hukum. Menguak menelusuri  pada titik  taut primer sebuah permasalahan yang ada pada sejumlah elemen permasalahan. Menjadikan adanya supremasi hukum tak kunjung ada batas penuntutannya. Masalah pidana yang seharusnya menjadi tanggung jawab aparat hukum poilisi dan jaksa sekarang berubah menjadi sebuah intervensi adanya elit politik untuk sekian kalinya. Bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum tetapi tak ada hasil yang di dapatkan. Upaya supremasi hukum pun tidak akan berpengaruh besar jika memang kesadaran para elit tak kunjung datang. Adanya intervensi yang halus lembut tak berjejak pun menjadi dasar adanya penyalahgunaan kekuasaan yang tak kunjung terselesaikan. Begitu banyak cara di lakukan untuk bisa menutupi kedok adanya penyalahgunaan tindak pidana khusus terkait Korupsi publik. Pramono Mulyo seorang jaksa terbaik se-indonesia mengatakan bahwa dalam tindak pidana korupsi, banyak sekali kinerja yang seharusnya menjadi tanggung jawab kejaksaan malah diambil alih dan di intervensi oleh pihak lain yang notabenya kurang menguasai di bidangnya. Masa sekarang ini kasus korupsi menjadi tanggung jawab kepolisiandan kejaksaan sekarang di tambah lagi lembaga baru yang menangani kasus korupsi yaitu KPK. Hanya bisa geleng-geleng kepala melihat masuknya intervensi formal tersebut. Supremasi hukum sebaiknya dilakukan pada diri masing-masing lembaga yang memang menangani secara ahli di dalamnya. Perlu pembenahan di dalam lembaga itu sendiri. Aturan yang berlaku pada kinerja kode etik lembaga seharusnya di patuhi tak hanya sebagai doktrin tertulis semata yang tak di jalankan oleh petugasnya sendiri. Jika semua itu masih terus berkembang pesat pada titik taut primer yang berujung pada ketidak adanya kesadaran hukum, maka yang terjadi adalah mimpi dan bualan akan terwujudnya supremasi hukum yang utuh. Seperangkat norma dan aturan adat atau kebiasaan yang berlaku di suatu lembaga formal yang memiliki sifat negatif seakan menjali positif akibat adanya kebiasaan kolusi yang meraja lela pada titik taut seperti sekarang ini. Partanyaan yang cocok untuk permasalahan ini adalah, supremasi hukum seperti apa yang di inginkan jika memang kebiasaan negatif tersebut menjadi norma? Tanda tanya besar menyelimuti benak pada penegak hukum yang sekiranya sadar akan hal tersebut. Intervensi Elit Pemupus Supremasi Hukum yang Masih Berbelit seperti belut yang licin seperti sang elit.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline