Hari ini Kamis 17 Agustus 2023 bertepatan dengan 30 Suro 1957 pasaran Kliwon adalah 78 tahun Indonesia Merdeka, umur yang sangat matang dalam kancah perhelatan dunia Internasional bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan terdiri dari pulau-pulau, adat istiadat, budaya, agama, suku yang berbeda tetapi satu padu dalam Bhineka Tungal Ika, walau pun berbeda-beda tetapi tetap satu Tanah Air tanah Air Indonesia, satu Bangsa, Bangsa Indonesia satu bahasa persatuan Bahasa Indonesia dengan landasan Idiil Pancasila sekaligus sebagai norma yang bersifat mengatur dan memilki kekuatan hukum yang mengikat dalam pengamalan atau pengejawantahannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sejarah mencatat bahwa sebelum dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945 Ir. Sukarno dan Dr. Muhammad Hatta diculik oleh kalangan pemuda, mereka adalah Sukarni Karto Diwiryo, Wikana dan Chaerul Saleh/Datuk Paduko Rajo dari perkumpulan Menteng 31 pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB dibawa ke Rengas Dengklok, menginap di rumah saudagar Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong tepatnya dusun Bojong Rengasdengklok, Kebupaten Kerawang.
Terjadilah kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Ir. Soekarno, Dr. Muhammad Hatta dan Mr. Raden Ahmad Soebardjo Djojoadisoerjo(diplomat dan Menteri Luar Negeri Indonesia pertama) dengan kalangan pemuda seperti tersebut di atas untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta, rumah ini adalah hibah dari saudagar keturunan Arab bernama Faradj bin Said bin Awadh Martak yang lebih terkenal dengan Faradj Martak. Akhirnya Proklamasi kemerdekaan Indonresia dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sebagai upaya untuk mengisi dan sekaligus meneladani para guru bangsa setiap tanggal 17 Agustus diadakan Upacara Bendera dan berbagai macam perlombaan anak-anak orang tua dari segala umur di pelosok tanah air, salah satunya adalah lomba tarik tambang.
Jika kita cermati bersama Lomba Tarik Tambang memiliki filosofi yang menarik untuk dibahas dalam konteks mengisi Kemerdekaan Republik Indonesia dan keberlanjutan pembangunan disagala bidang yang sudah terlaksana dan kita nikmati sampai dengan hari ini.
Dua kubu berhadap-hadapan dengan menggunakan dan memegang tambang yang sama tentunya tambang ini adalah tambang yang sangat kuat dipegang bersama-sama kedua belah pihak, sehingga akan menentukan siapa yang unggul dan menang dalam perlumbaan tarik tambang ini, yang menarik adalah dalam tarik tambang pemenangnya yang mundur, sedangkan pihak kalah adalah yang maju. Dari sini sudah dapat ditangkap bahwa ternyata yang mundur belum tentu kalah, tapi yang maju juga belum tentu menang, namun sebaliknya.
Mari kita perdalam filosofi tarik tambang ini, Indonesia sejak diproklamasikan oleh Dwi Tunggal adalah ibarat tambang yang kuat dipegang erat oleh seluruh rakyat Indonesia.
Dalam perhelatan demokrasi terdapat tarik ulur anak bangsa dan terbentuklah kelompok-kelompok yang saling berhadapan, sesungguhnya kelompok tersebut adalah sama sama bertanah air satu Indonesia, berbangsa satu Indonesia, berbahasa satu Indonesia. Walaupun dia maju ketika tambang ditarik oleh kelompok lain dan dinyatakan kalah, sesungguhnya yang maju dikalahkan oleh yang mundur tadi sedang memberikan estafet atas Indonesia.
Maksudnya adalah yang mundur dalam tarik tambang berarti adalah yang kuat menariknya dan yang maju dinyatakan kalah dan memberikan tampuk kemenangan sekaligus legowo kemudian berpesan bahwa jaga dan rawat Indonesia seperti kuatnya anda menarik tambang tersebut, dan ingat jangan lepaskan tambang tersebut kepada pihak yang tidak bertanggungjawab, begitulah tarik tambang.
Menilik hal tersebut, sejak jaman kemerdekaan telah diproklamasikan oleh Sukarno Hatta maka mulailah bebenah disegala bidang tentu saja pembenahan pasca revolusi membutuhkan perangkat sebagai pijakan pembangunanya, dalam buku Sejarah Nasional Indonesia (984) oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto pada tanggal 15 Agustus 1959 dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) di bawah pimpinan Muhammad Yamin sebagai cikal bakal pembangunan nasional ke depan, kemudian ditetapkanlah Manifesto Politik Rebublik Indonesia sebagai GBHN (Garis Garis Besar Haluan Negara) oleh MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Serikat) dan langkah Dapernas selanjutnya membuat Rancangan Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) untuk periode 1961 s.d. 1969.