Dear mertua,
Untuk menjadi menantu dan mendapatkan mertua itu tidak bisa ditebak kapan dapatnya dan cocok atau tidaknya bagi setiap kita. Akan tetapi jika sudah dapat mertua jangan dilepas peganglah erat-erat, karena kita sudah dikasih anaknya, wah keren sekali.
Terus bagaimana agar metua dapat terpegang dengan erat, nah ini perlu ilmu khusus yang tidak dipelajari dalam bangku sekolah, sebab mertua setiap orang beda-beda. Tapi begini ada pepatah jawa yang menyatakan "ayem lan tentrem rumah tanggamu, iku jalaran doa restu morotuo" ( tenang dan tentramnya dalam berumah tangga, itu berkat doa dan restu/ridho dari mertua) coba buktikan.
Usia pernikahan 0 sampai dengan 1 tahun adalah pernikahan yang menyenangkan, sebab mertua dan orang tua kita masih memantau dan mengamati bahkan masih membantu perekonomian, walau kita sudah dewasa tapi kadang mertua dan orang tua kita masih dianggap masih kecil, sampai hal-hal kecil pun ditanyakan, itu suamimu sudah makan belum, masak apa sekarang buat suami mu, baju suamimu sudah di sterika belum sini distrikain kalau nggak sempat, sudah masak saja suamimu kan sebentar lagi pulang, itu awal-awal menikah dan uluran tangan mertua selalu diberikan, begitu juga orang tua kita tidak kalah dengan mertua kita, bersaing memberikan perhatian.
Setahun, dua tahun, sampai lima tahun menikah masih aman karena mertua mangamati, bahkan ditanya kamu punya duit nggak, wah. Ini buat beli gula kopi, nih buat beli susu anakmu, nih buat beli popok anakmu.
Kayaknya enak banget yah, tapi sesungguhnya hal tersebut membuat kita menjadi malas untuk berdiri sendiri jika kemudian selalu dalam bayang-bayang mertua, hal ini wajar karena kita masih dianggap anak kecil walau usia pernikahan sudah lima tahun berjalan.
Usia pernikahan lima tahun ibarat baru bisa melangkah, karena biasanya sudah punya anak minimal satu, disinilah mulai harus belajar saling menghargai, karena kita sudah menjadi Bapak/Ibu dari anak-anak kita, akan tetapi kita juga masih sebagai anak dari orang tua kita dan mertua kita.
Di dalam posisi seperti ini tentunya tingkat kepelikan berkeluarga akan muncul, kita harus bisa memposisikan sebagi ayah dari anak-anak kita, sebagai suami/istri dari pasangn kita dan sebagai anak dari mertua dan orang tua kita, dengan terus berbuat baik pada orang tua dan mertua kita, menyayangi dan mengasihi pasangan kita dengan segala keterbatasan masing-masing ini yang harus dijaga.
Nah yang menarik adalah pada suatu kesempatan pasti kita memiliki cobaan tiba-tiba mertua mananyakan dengan sendirinya bagai malaikat secara naluri mengetahui kalau kita sedang dirundung masalah , baik keuangan, selisih pendapatlah bahkan sampai kekurangan segala macem, padahal kita sendiri tidak mengadu padanya. Ini lah yang dikatakan bahwa doa dan ridho/restu mertua mengiringi atas keberkeluargaan kita.
Mertua seperti inilah yang dalam terminologi pepatah jawa tadi membuat kita ayem tentrem, karena mereka ridho, atas apa yang menimpa diri kita, ridho mertua bukan pada sisi kita mendapatkan kebahagian saja, tapi pada posisi kita ditimpa musibahpun mertua kita ridho maka membuat langkah kita dalam menjalankan dan menyelesaikan musibah yang menimpa menjadi mudah dan cepat sirna.
Bagaimana cara membuat metua kita ridho merestui atas segala yang menimpa kita baik musibah maupun kesenangan tentunya berbalik pada diri kita sebagai manantunya tentu membimbing, menuntun, mengarahkan, mendampingi dan menyayangi anak dari mertua yang telah menjadi pasangan kita. Energi posistif berkesinambungan ini yang membuat rumah tangga kita ayem tentrem.