Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Jangan Kau Ambil Penglihatanku

Diperbarui: 28 Oktober 2017   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://2.bp.blogspot.com/-R80_qYaer8c/Uf4ewAGm_yI/AAAAAAAAAYc/YLssdoWychk/s1600/IMG0674A.jpg

Belum beriman seseorang sebelum diuji”

Bahasa yang sangat indah yang Allah abadikan didalam kitab suci agama islam. Bahasa penguat bila hati sedang gelisah, galau, bahkan bersedih ketika ada ujian yang datang menghampiri.  Bahasa itu pula menggambarkan bagaimana kondisiku saat ini setelah 2tahun tahun berlalu.

Usiaku saat ini 43 tahun, aku terlahir dari keluarga yang sangat sederhana, penuh dengan kasih sayang. Kedua orangtuaku asli Jawa sehingga darah yang mengalir ditubuhku asli jawa namun aku terlahir diwilayah melayu yaitu Riau.

Istriku suku banjar salah satu suku mayoritas yang ada di wilayah kabupaten Inhil. Memiliki dua anak melengkapi kebahagiaanku akan indahnya berumah tangga. Pekerjaanku hanyalah sebagai suplier  disalah satu perusahaan untuk pemasok barang yang dibutuhkan dan itu adalah kebutuhan primer.

Kemudahan dalam mendapatkan rezki membuatku lupa, dalam satu bulan aku bisa mendapatkan puluhan juta. Uang yang aku dapatkan membutakan mata dan hatiku. aku terbawa arus kesenangan duniawi dengan limpahan materi yang didapatkan. Aku melakukan hl yang biasa dilakukan oleh laki-laki yang nakal. Minuman keras, gonta ganti wanita untuk memuaskan nafsuku, obat-obatan juga masuk dalam tubuhku.

Kesenangan-kesenangan duniawi melupakan akan tanggungjawabku sebagai suami, sebagai ayah dari anak-anakku. Aku hanya disibukkan dengan barang haram dn wanita-wanita cantik yang berada disekelilingku. Waktu kuhabiskan dengan memburu kesenangan memenuhi nafsu setanku.

Sekelilingku selalu ada teman yang siap bersenang-senang, siap menghantarkanku kemana saja untuk memenuhi nafsu duniaku. Aku selalu berburu memenuhi nafsuku setiap rezki yang kudapatkan.

Sampai suatu saat penglihatanku terganggu, tiba-tiba aku tak mampu melihat gambaran apa yang ada didepanku. Warna apa yang ada dipenglihatanku. Dihadapanku yang ada hanyalah kegelapan tanpa cahaya. Kekhawatiran menghampiriku, ada apa dengan penglihatanku? Ada apa dengan mataku? Padahal selama ini tidak pernah aku merasakan kondisi seperti ini bahkan riwayat penyakit sama sekali tidak ada.

Akupun histeris dengan kondisiku, sampai keluar masuk rumah sakit menjadi santapanku, kata y ini hanya katarak. Akhirnya operasi katarakpun aku jalani namun sama sekali tidak ada perubahan. Uang yang kukeluarkan sudah sangat banyak namun tidak ada perubahan terhadap penglihatanku. Istri dan keluargakupun mencoba mencari solusi pengobatan alternatif mana tahu itu bisa menyembuhkan. Pengobatan demi pengobatan sudah aku datangi. Amalan demi amalan yang disarankan oleh dokter, dan guru spritual sudah aku lakoni dengan benar-benar. Namun yang aku dapatkan aku semakin gelisah dan tertekan, kondisiku semakin down disaat penglihatanku diuji, uang sebagai pemasokpun tidak kunjung keluar. Aku tertipu ratusan juta disaat kondisiku lemah. Teman-teman yang selama ini hadir dikehidupanku tanpa dikomando satu persatu meninggalkanku dengan kelemahanku.

Aku menjadi minder dan merasa rendah diri dengan kondisi penglihatanku. Hampir berbulan – bulan aku tidak mau keluar rumah. Teman-teman yang aku harapkan menguatkanku sama sekali tidak mengunjungiku. Akhirnya  aku sadar bahwa teman yang benar-benar sahabat adalah ketika kita jatuh, ketika kita susah dia tidak pernah meninggalkan kita.

Hari-hari kulalui dengan kehampaan dan sangat kering sekali jiwaku. Sampai akhirnya aku dikenalkan oleh seorang teman untuk mengikuti sebuah pengajian. Barulah ada hal yang baru menyentuh hatiku, ada ketenangan yang selama ini kucari, ada harapan besar ini sebagai pelabuhan kerinduanku untuk mengakhiri semua. Majlis ini yang mengubah cara pandangku terhadap kehidupan yang selama ini aku jalani. Majlis ini yang mengubah hidupku dan semangatku menjalani ujian sakitku. Ada semangat keimanan yang mengalir dalam aliran darahku, aku dikelilingi oleh orang-orang sholeh yang selalu mengingatkanku. Sedikit banyak akhirnya melepaskan jeratan dalam pikiranku akan rasa sakit pada penglihatanku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline