Lihat ke Halaman Asli

Tren Praperadilan, Imbas Dosa Samad atau Sinyal Kemandulan KPK?

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1426565591514569956

[caption id="attachment_355878" align="aligncenter" width="500" caption="chandrataxsolution.com"][/caption]

Satu lagi tersangka korupsi ajukan pra peradilan. Hadi Poernomo, eks Dirjen Pajak yang sudah lebih dulu KPK tersangkakan terhitung sejak April tahun lalu, kini telah resmi terdaftar dalam pengajuan sidang pra peradilan sejak 16 Maret 2015 kemarin.

Namun, tidak sama seperti apa yang terjadi pada kasus sebelumnya (sidang Pra Peradilan Budi Gunawan) kali ini Hadi tak pra peradilankan status tersangkanya, melainkan sidang pra peradilan yang Hadi ajukan adalah untuk meninjau kembali wewenang KPK atas kasus korupsi pajak Bank BCA. Bagi Hadi, kasus ini bukanlah wewenang KPK untuk tangani, bagi Hadi kasus korupsi pajak Bank BCA merupakan kasus sengketa pajak yang seharusnya ditangani oleh pengadilan pajak, bukan KPK.

Tapi apakah benar demikian?

Perkara pajak ini diawali di tahun 2002, pada saat itu Direktorat Jenderal Pajak menemukan keganjilan pada catatan keuangan bank BCA tahun 1999. Dalam catatan itu BCA dicatatkan telah membukukan laba sebesar Rp 174 miliar, sedangkan setelah direktorat jenderal pajak tinjau kembali, laba fiskal sebesar Rp 6.78 T. Pembengkakan laba fiskal ini bersumber dari transaksi pengalihan aset kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) Bank BCA ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp 5,7 triliun.

Oleh sebab itu BCA ajukan permohonan keberatan pajak atas kewajiban senilai Rp 375 miliar, permohonan keberatan pajak BCA lantas oleh direktorat PPh ditolak namun oleh Hadi, sehari sebelunm tenggat waktu pembayaran, hasil telaah Direktorat PPh diubah, seluruh keberatan pajak Bank BCA diterima. Dari sini lah KPK menyadari ada yang janggal lalu kemudian meutuskan untuk melakukan penyelidikan.

Hasil penyelidikan KPK nyatakan Hadi bersalah, selain itu KPK menduga atas adanya tindak suap menyuap. Karena faktanya keputusan Hadi telah untungkan pihak BCA menggelapkan pajak. Atas keputusan Hadi, Negara menderita kerugian sebesar Rp 375 miliar dari sector pajak. Hadi ditersangkakan dengan dijerat pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke- 1 KUHP.

Kembali lagi ke persoalan awal, oleh Hadi, KPK tidak berhak untuk menangani kasus ini. Menurut Hadi perkara kasus pajak BCA bukanlah perkara korupsi melainkan hanyalah sengketa pajak.

Secara harafiah, korupsi sendiri berarti penyelewengan apa yang menjadi hak Negara, dalam hal ini BCA berusaha menggelapkan apa yang menjadi hak Negara, pajak. Dan juga diperkuat dengan temuan PPATK bahwa telah ditemukan transaksi mencurigakan pada rekening Hadi Poernomo bersama dengan salah satu petinggi BCA. Serta dugaan kuat adanya pembagian saham bersama dengan salah satu petinggi BCA di satu perusahaan kongsian Hadi dengan salah satu petinggi BCA.

Oleh sebab itu, KPK baiknya percepat penyidikan atas temuan PPATK tersebut. Jika bukti gratifikasi ditemukan maka Hadi dan BCA telah melakukan tindak korupsi berpartner.

Referensi :

1.http://www.rmol.co/read/2014/10/18/176249/KPK-Terus-Pertajam-Dugaan-Gratifikasi-BCA-ke-Eks-Dirjen-Pajak-

2.http://news.metrotvnews.com/read/2015/03/16/372065/giliran-hadi-poernomo-ajukan-praperadilan

3.http://www.tribunnews.com/nasional/2014/05/01/ppatk-selidiki-transaksi-mencurigakan-hadi-poernomo?page=3




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline