Kasus penyebaran berita bohong di media sosial menjadi bulan-bulanan netijen akhir-akhir ini, karena yang tertangkap menjadi penyebar berita tersebut adalah petinggi dari kelompok oposisi. Keinginan mereka tidak lain dan tidak bukan, ingin berkuasa menggantikan Babang Jokowi. Semuanya halal bagi politisi.
Secara tidak langsung poli(tikus) adalah sufi tingkat tinggi yang menginginkan bersatu bersama Tuhan. Tapi, Tuhan mereka adalah kursi kekuasaan, bukan pencipta alam.
Sambil menikmati suram dan cerah pagi, saya sudah menjadi intelegen yang tidak diketahui oleh siapa pun. Karena, waktu gabutku, aku persembahkan untuk mencari-cari informasi tentang politik yang saling nyinyir.
Lumayan. Bagi saya, politik di negeri ini adalah hiburan sebagai penangkal rasa gabut, karena banyak tingkah poli(tikus) konyol bahkan tidak masuk akal.
Coba banyangin loh Gan. Polisi hari ini sudah kalah saing nih, kalah trend sama media sosial. Buktinya, ada kasus 7 kontainer yang berisi surat suara yang sudah tercoblos dan dikirim dari China (katanya) langsung lapor. Ke siapa tujuan laporan? Lucu dan bikin saya senyum sendiri, bikin rasa gabut minggat sih.
Laporan dilakukan oleh orang yang berpendidikan dan sekaligus tokoh. Mungkin kalau bilang tidak sekolah, saya salah. Mau dibilang sekolah udah tinggi, kok begini yaa keadaannya. Masak, (katanya) ada kecurangan, 7 kontainer yang berisi jutaan suara dilaporin ke medsos. Anak SMP aja tahu, kalau laporin tindak kejahatan itu, ke polisi, bukan ke medsos. Tong, masak kamu ga tau, kamu sekolah enggak sih?
Lebih cerdas anak SMP bukan Gaes?
Lagi-lagi kasus, lagi-lagi lapor ke media sosial. Kali ini soal selang cuci darah. Ada orang yang berkata kalau satu selang tersebut dipakai sampai 40 orang secara bergantian. Masak iya, perasaan saya tu, dari dulu, kalau make selang kek gituan sekali aja sudah dibuang. Kebiasaan masyarakat ndeso, selang wong sakit kalau udah dipake dibuang jauh-jauh, biar penyakitnya ikut selangnye, bukan malah gonta-ganti dipake. Lagian harganya Cuma seharga nasi goreng koq.
Kalau emang itu terjadi kenapa harus lapor ke medsos Sayang. Seharusnya, kamu tu lapor ke institusi yang bertanggung jawab atas itu kasus. Galau medsosnya nih. Jadi tempat curhat dan sampai bingung gimana cara ngatasinnya. Bisa bubar nih medsos tahun 2030. Ah, masa iya? katanya sih iya.
Kita tarik waktu ke belakang, biar kagak maju terus. Kasus tante yang digebukin malam-malam. Wah, kalau ini benar tindak kriminal Gaes, harus diproses hukum ini. Termasuk pasal penganiyaan nih. Tapi, koq tante jalan malem-malem yah, ngapain sih tante. Tau sendirilah Gaes, kalau tante jalan malem tu, ngapain.
Ternyata survey membuktikan. Lagi-lagi, media sosial jadi tempat melapor. Haduh, padahal polisi udah ada nomor kontaknya, KPK pun udah ada, tinggal cus lapor. Katanya, warga negara yang taat hukum, lapor kasus koq ke media sosial, kan lucu.