Lihat ke Halaman Asli

Sumpah Guru yang Tersisihkan

Diperbarui: 10 Desember 2018   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Guru, dalam pepatah jawa "digugu dan ditiru".  Mari kita analisis satu demi satu! Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Gugu adalah mempercayai. Di sekolah, guru dipercayai oleh pihak pengelola sekolah dan orang tua siswa untuk mendidik siswa. Karena sudah dipercaya oleh dua kelompok, pengelola  pendidikan dan yang punya pengenyam pendidikan, seorang guru harus benar-benar menjalankan amanah tersebut.

            "Tiru". Kata tersebut dalam KBBI, mencontoh sesuatu yang sudah ada. Seorang guru dalam tatanan sekolah tidak hanya dipercaya, melainkan juga untuk dicontoh. Artinya guru dituntut oleh pepatah jawa di atas untuk selalu berbuat baik agar  bisa menjadi teladan bagi anak didiknya. Sehingga anak didik juga bisa mencontoh apa yang dilakukan oleh gurunya.

            Dua kata di bait pertama tadi di era sekarang sudah berubah. Dari "digugu dan ditiru" menjadi "diguyu dan ditinggal turu." Arti dua kata tersebut jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, "ditertawakan dan ditinggal tidur". Miris sekali nasib guru jika hanya menjadi bahan tertawaan, dan jika sudah puas ngakak, kemudian ditinggal tidur.

            Seorang guru yang mengidap nasib di atas dikarenakan tidak menjalankan kode etik keguruannya. Novan Ardy Wiyani mengatakan dalam bukunya, Etika Profesi Keguruan (2015), seorang guru harus mengetahui dan menjalankan kewajiban-kewajibannya dalam pengajaran di sekolah.

            Kewajiban seorang guru ada dua :Pertama, kewajiban secara umum dan kewajiban secara khusus. Namun, pemaparan kali ini akan menjelaskan kewajiban secara umum saja, karena akan membahas tentang sumpah guru yang sangat vital dalam pegajaran.

            Sumpah guru poin ke empat "melaksanakan tugas saya serta bertanggung jawab yang tinggi dengan mengutamakan kepentingan peserta didik, masyarakat, banga, dan negara serta kemanusiaan". Sumpah tersebut jika diimplementasikan dengan baik tidak akan menghapus istilah guru (diguyu dan ditinggal turu).

            Dalam ayat tersebut, seorang guru harus memprioritaskan kepentingan siswanya. Kebanyakan siswa yang tidak serius dalam mengikuti pelajaran karena ke-egoisan seorang guru. Semisal, cara mengajar seorang guru disampaikan dengan memusatkan kepada dirinya.

            Artinya hanya seorang guru yang berbicara dalam kelas, tidak ada yang siswa yang diperbolehkan berbicara untuk menyampaikan argumen, pertanyaan atau pendapatnya. Akan lebih membosankan lagi ketika seorang guru setelah menjelaskan akan menyuguhi siswanya tugas, tanpa mengetahui apakah anak didiknya sudah mengerti atau belum materi yang sudah disampaikan.

            Guru idaman bukan seperti yang dijelaskan di atas dengan metode menoton dan sangat membosankan.Thomas Liccona (2012), mengatakan bahwa, dalam mengajar harus mempunya erat hubungan, bukan hanya mengenal sepintas saja. Dalam sebuah hubungan dua orang saja, untuk menciptakan keharmonisan harus ada rasa saling pengertian.

            Seorang guru yang mengerti karakter siswanya akan senantiasa terjalin hubungan harmonis layaknya hubungan percintaan dua insan. Sebenarnya tidak seriusnya siswa kepada guru "diguyu dan ditinggal turu" dalam sebuah jam pelajaran acap kali didasari kejengkelan karena ketidakpengertian seorang guru. Bagaimana guru bisa mengerti keadaan siswanya?

            Setiap sekolah di Indonesia mempunyai mekanisme tersendiri dalam melakukan rekruitment tenaga pengajar baru. Pernyaratan juga bermacam-macam. Umumnya syarat penerimaan tenaga pengajar tersebut, harus lulus sarjana strata satu di bidang tertentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline