Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Kesabaran Sang Istri

Diperbarui: 7 Desember 2018   01:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam Jum'at dikenal sebagai kebiasaan bercengkrama bagi pasangan suami-isri. Pada malam itu perahu berlabuh, suami kerja jauh pulang untuk bersetubuh. Gerutu langit malam Jum'at kliwon menghiasi setiap dinding rumah Pak Eko. Gerimis mengundang dingin. Sungguh, miris keadaan itu bagi bujangan.

Kepul kemenyan menyelundup, merangkak, bahkan menjalar ke setiap timba tempat air nira. Bu Eko dan masyarakat sekitar masih melestarikan budaya leluhur. Wangi kemenyan dipercaya mengundang arwah yang sudah meninggal untuk pulang ke rumahnya saat masih hidup.

***

Kasur kusut menimpa badan istri Pak Eko. Selimut penghangat dari gejolak cinta Rabiah Al-Adawiyah memeluk badan istri Saridin, Pak Eko. Pekat hitam menutup matanya. Kamar dari bambu serasa menjadi gua hantu, dan Bu Eko menjadi si Butanya. Dalam hati yang terus berharap kedatangan suaminya, dia mengkhawatirkan, takut terjadi apa-apa kepada sang malaikat pembawa nikmat.

Bayangan hitam bak genderuwo lewat dipinggir kamar tempat ia berbaring.

Siapa itu, nuraninya bergetar. Dia takut gerandong dalam legenda memang ada, dan mengunjunginya malam itu. Denyut jantung kencang dan semakin kencang, gempa bumi menyusupi pemompa darah dan nafas ketakutan terus menyeruah.

Beberapa menit kemudian, rasa takut kepada legenda gerandong, menyeret tangannya untuk menarik selimut dan bersemedi dalam kegelapan dan ketakutan. Dingin semakin hambar, rasa takut hambar, rasa khawatir tak lagi mengumbar. Seperti ular melingkari kain pelindungnya dari kebekuan salju kutub utara yang sudah meleleh kemudian turun dan menusuk genteng rumahnya. Meski bak tombak, cairan es kutub tidak akan mampu menembus tanah liat bakar yang menutupi gubuk kecilnya karena tidak tajam dan seruncing tombak prajurit Firaun untuk membunuh nabi Musa.

Raga Bu Eko merasakan sesuatu seberat semen gresik yang terbungkus lusuh di toko-toko Jakarta membebani dirinya. Bisikan halus terdengar menelusup gendang telinga mungilnya, "Sayang! Aku datang". Tersentak Bu Eko langsung membuka selimutnya. Ternyata suaminya dengan senyum mekar, bukan genderowu yang kejam dan kekar. Keduanya saling memadu rasa rindu dengan pelukan mesra.

Terenyuh hatinya meski masih dalam pelukan suami, saat laki berkumis tipis tadi mengatakan bahwa ia ingin menikah lagi.

Wanita bukan mahluk lemah, dia adalah pesulap, dan lebih hebat dari lelaki. Apabila sang suami memberi beras, ia menyulapnya menjadi nasi yang mengenyangkan. Apabila prianya menyuguhkan tempe, ia mengubahnya menjadi lauk sebagai pelengkap sesuap nasi. Sperma-pun ia olah dan lahirlah bayi yang menjadi Presiden, Petani, DPR, dan lainnya. Namun, meskipun sehebat itu, sulit untuk merelakan suaminya menikah lagi.

Pak Eko lanjut bercerita tentang syarat-syarat untuk menikahi orang yang ia inginkan. Calon istri keduanya ingin Pak Eko menghafalkan Al-Qur'an 30 juz sebagai maharnya. Meski hatinya agak keberatan, Buk Eko tetap tersenyum demi kebahagiaan suaminya, karena kata yang pernah ia dengar dari guru MA-nya, "surga seorang istri berada dibawah telapak suaminya". Jadi, membuat suaminya bahagia adalah kewajiban baginya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline