Lihat ke Halaman Asli

Bagas Wahyu Nursanto

Media opini pribadi

Menyambut Suksesi Kepemimpinan Kapolri: Pekerjaan Rumah Menanti

Diperbarui: 15 Januari 2021   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis saat memimpin upacara kenaikan pangkat di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (4/12/2020).(Dok. Divisi Humas Polri)

Sukses Kepemimpinan POLRI

Akhir Januari 2021 Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Polisi Idham Azis resmi pensiun dalam masa baktinya, ini mengharuskan Presiden segera menunjuk pengganti suksesi kepemimpinan ditubuh korps bayangkara ini. Setidaknya hal ini turut membuat simpati publik untuk memahami bagaimana proses pergantian suksesi tersebut. Catatan penting dalam proses ini ialah bahwa meskipun pemilihan Kapolri baru berada ditangan Presiden aas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana Pasal 11 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian namun masyarakat berhak untuk berpartisipasi.

Saya menilai bahwa proses pemilihan Kapolri baru ini juga harus didasarkan pada masukan publik hal ini untuk mengakomodir isu partisipatif, integritas, dan proporsional. Selain itu proses pemilihan Kapolri baru ini setidaknya haruslah bekerja sama dengan lembaga Negara lainnya terkhusus yang bertugas sebagai lembaga eksaminatif seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Tranksaksi Keuangan, ataupun Direktorat Jenderal Pajak, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini penting dilakukan untuk menjamin dan menegakan komitmen kepemimpinan Polri dimasa mendatang berintegritas dan bersih dari praktik korupsi.

Selain menyoroti proses suksesi penggantian kepemimpinan di tubuh Polri, penting pula untuk menyoroti bagaimana kedepan hal-hal yang menjadi pekerjaan rumah bagi suksesi kepemimpinan Kapolri baru. Hal ini perlu dilakukan karena berdasarkan Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) saja tentang tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Polri juga termasuk persoalan penegakan korupsi mengalami penurunan dengan persentase hasil survey diangka 59,% pada Desember 2020 menurun dari angka 65,5% pada Desember 2018.

Lebih lanjut, menyoroti hal ini setidaknya dibutuhkan suksesi kepemimpinan Kapolri baru guna mengembalikan kepercayaan publik. Selain itu, penting dilakukan agar masyarakat memahami bagaimana kedepan institusi Polri berbenah secara holistik. Perlu dilakukan pemahaman serta analisa atas pekerjaan rumah kedepan bagi Polri guna sebagai bahan komitmen akan penegakan hokum dan integritas institusi pengayom masyarakat.

Beberapa Pekerjaan Rumah Menanti

Pekerjaan rumah kedepan bagi Polri harus dipahami oleh suksesi kepemimpinan Kapolri baru kedepan sebagai bahan refleksi dan komitmen penyelesaiannya. Setidaknya pekerjaan rumah ini juga merupakan bahan pembenahan internal lembaga kepolisian kedepan. Pertama, persoalan kualitas integritas pimpinan Polri. Ini menjadi salah satu pekerjaan rumah utama bagi Kapolri baru kedepan untuk memastikan para perwira pejabat tinggi dilingkukan Polri untuk dapat mengedepankan profesionalitas dan integritas dalam mengayomi masyarakat.

Hal ini berangkat dari data yang disusun Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam kurun waktu tahun 2006 sampai tahun 2020 terdapat Sembilan perwira tinggi Polri yang tersangkut kasus tindak pidana korupsi. Terbaru tahun 2020 saja tercatat ada dua perwira tinggi Polri yang menjadi pelaku tindak pidana korupsi dalam kasus Joko S Tjandra. Mereka diantaranya adalah Prasetijo Utomo Mantan Kakorwas PPNS Polri yang tersangkut kasus korupsi Penerbitan Surat Jalan dan Keterangan Bebas Covid-19 untuk Koruptor kelas kakap Joko S Tjandra dan Napoleon Bonaparte mantan Kadivhubinter Polri yang tersangkut kasus korupsi Penghapusan red notice Joko S Tjandra.

Ini menjadi penting bagaimana integritas dan profesionalitas Polri sebagai pengayom masyarakat dipertaruhkan dengan kasus-kasus besar seperti ini. Terlebih masyarakat melihat pula tren korupsi melalui pengutan liar di Kepolisian masih ada. Merujuk pada data survey dilakukan LSI bersama ICW tahun 2018 mengenai Praktik korupsi di Indonesia yang melibatkan 2.000 responden, dari jumlah tersebut sebanyak 13 persen responden mengaku pernah berurusan dengan polisi dalam setahun terakhir ini. Dari 13 persen itu, sebanyak 34 persen mengaku pernah dimintai uang atau hadiah di luar biaya resmi.

Ini telah menjadi rahasia umum bagaimana praktik ini terjadi. Bisa dilihat dari bagaimana proses pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang masih memungkinkan praktik pungutan liar ini terjadi. Bagaimana sulitnya masyarakat untuk melalui tahapan proses ujian untuk mendapatkan SIM namun terpatahkan melalui praktik "bayar lebih besar dari harga resmi" untuk memudahkan mendapatkan SIM. Perlu dilakukan reformasi kelembagaan dari hulu sampai hilir untuk menangani persoalan ini.

Kedua, Penggunaan diskresi yang sewenang-wenang, gambaran ini setidaknya menampilkan salah satu pola kepemimpinan Kapolri Idham Azis yang banyak mengeluarkan diskresi. Kekuasaan mengeluarkan diskresi ini juga dapat membuka peluang untuk membatasi partisipasi publik dan kebebasan sipil dalam iklim demokrasi yang harus dibenahi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline