Lihat ke Halaman Asli

Bagas Satria Wicaksono

Mahasiswa Hukum

Urgensi Penerapan Kebijakan Rehabilitasi bagi Narapidana Korban Salah Tangkap dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

Diperbarui: 20 Desember 2022   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Abstrak

Penelitian ini berbicara mengenai proses penegakan hukum yang ada di Indonesia tidak pernah luput dengan yang namanya kelalaian atau culpa. Seperti halnya dalam kasus salah tangkap yang kerap terjadi dalam penyidikan pihak berwajib. Tindakan salah tangkap ini juga mengakibatkan hilangnya hak-hak korban, sehingga menjadikan orang yang tidak bersalah menjadi bersalah. Oleh karena itu negara memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab secara penuh akibat kelalaian yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum dalam melakukan proses penegakan hukum. bentuk tanggungjawab ini bisa direalisasikan selayaknya dengan memberikan rehabilitasi atau kompensasi kepada korban salah tangkap. Fokus penelitian dalam karya tulis ini terdiri dari dua isu hukum yakni : 1. Bagaimana Kebijakan Penerapan Rehabilitasi dan Kompensasi terhadap Narapidana Korban salah tangkap dalam Perspektif  Hak Asasi Manusia? dan yang ke 2. Bagaimana Kebijakan Penerapan Rehabilitasi dan Kompensasi terhadap Narapidana Korban Salah Tangkap Secara Ideal yang Mencerminkan Hak Asasi Manusia? Metode Penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah penelitian yuridis normatif. Dalam penelitian ini memberikan kesimpulan, bahwa dalam pemberian kebijakan rehabilitasi dan kompensasi bagi korban salah tangkap di Indonesia dapat berlandaskan pada isi pasal 97 KUHAP, PP RI No. 7 Tahun 2015. Namun pada kenyataannya negara sampai sekarang ini masih sangat sulit untuk mempraktekkan dengan maksimal. Kemudian pada ranah kompensasi indonesia juga sudah mengatur aturan tersebut dalam isi pasal 95 KUHAP dan PP RI No. 7 Tahun 2015, akan tetapi jika di bandingkan dengan beberapa negara seperti halnya belanda dan jepang, negara indonesia justru kurang dalam menindaklanjuti korban salah tangkap serta penegak hukum yang bersangkutan sebagai bentuk evaluasi pemenuhan hak asasi manusia.

Keyword : Korban Salah Tangkap, Rehabilitasi, Kompensasi, dan HAM

 Pendahuluan

Secara gamblang pemimpin negara beserta rakyat menyebut bahwa Indonesia adalah negara hukum, hal ini sejalan dengan penegasan yang ada pada ketentuan pasal 1 ayat 3 UUD[1], bukti narasi indonesia adalah negara hukum dapat dimaknai dengan negara ini memberi jaminan bahwa setiap hak asasi manusia harus dipertahankan dengan baik sesuai ketentuan pasal 28 A sampai pasal 28J.[2] Tidak hanya berhenti sampai pada UUD tetapi prosedur dalam menjaga HAM secara khusus juga diatur pada Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, lebih tepatnya pada pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa "hak asasi manusia itu adalah seperangkat hak yang sangat melekat kepada manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa yang mana pada dasarnya anugerah tersebut harus dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara mulai dari aspek hukum sampai pemerintahan. 

Dengan demikian narasi diatas menjelaskan bahwa setiap manusia atau warga negara harus diperlakukan adil di hadapan hukum tidak terkecuali sama sekali. Namun pada kenyataannya implementasi yang ada di Indonesia masih terdapat ketidaksesuaian ketika proses pemberian rehabilitasi serta kompensasi bagi narapidana korban salah tangkap, Hal ini terlihat dari beberapa kasus yang tercermin dari kasus-kasus yang terjadi terhadap narapidana korban salah tangkap yang belum mendapatkan sepenuhnya terkait hak rehabilitasi maupun kompensasi berupa ganti rugi dari Pengadilan terkait atas status dirinya yang dijadikan narapidana.[3] 

 Oleh karena itu, sudah selayaknya para korban salah tangkap mendapatkan pemulihan haknya serta ganti kerugian baik materiil maupun immaterial. Para korban tersebut berhak untuk memperoleh rehabilitasi dan kompensasi dari Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[4] Hal tersebut menjadi pertimbangan penulis di dalam melakukan kajian lebih dalam lagi terkait pemenuhan hak narapidana korban salah tangkap yang dijamin oleh Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu penulis dalam penelitian ini mengambil judul Urgensi Penerapan Kebijakan Rehabilitasi Kompensasi Bagi Narapidana Korban Salah Tangkap Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

 Pembahasan 

Pemberian Rehabilitasi dan Kompensasi terhadap Narapidana Korban Salah Tangkap dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

Kebijakan Rehabilitasi 

Pengejawantahan rehabilitasi sudah diatur dalam ketentuan pasal 1 angka 23 KUHAP[5] yang secara komprehensif menegaskan bahwa seseorang dalam tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut, maupun diadili tanpa alasan yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku maupun karena adanya culpa atau kekeliruan mengenai orangnya, maka berhak untuk memperoleh pemulihan terhadap haknya mulai dari segi kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.[6] Prosedur rehabilitasi diatur dalam pasal 97 KUHAP yang memberikan beberapa point penting bagi civil society, seperti halnya bagi setiap orang diberikan hak dalam mendapatkan rehabilitasi apabila di pengadilan telah di putus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. kemudian di dukung dengan adanya ketentuan rehabilitasi atas dasar penangkapan tanpa sebab yang tidak berlandaskan undang-undang atau ketentuan pasal 95 ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Serta menetapkan proses rehabilitasi tersebut akan diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam ketentuan pengadilan sebagaimana dalam ayat 1.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline