Tanggal 21 April, bukan hanya sebuah tanggal dalam kalender yang kita peringati sebagai Hari Kartini melainkan hari yang harus mengingatkan kita pada perjuangan dan cita-cita RA. Kartini untuk kesetaraan gender. Lebih jauh dari itu, tanggal ini semestinya menjadi pemacu kesadaran bahwa perjuangan yang dimulai Kartini untuk kesetaraan dan pembebasan perempuan dari belenggu stereotip, harus terus dilanjutkan.
Pada masa itu, RA. Kartini menunjukkan semangat yang luar biasa dalam melawan arus budaya patriarki untuk memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Ideologi Kartini ini mungkin kita kenal sekarang sebagai feminisme atau gerakan perempuan. Namun, cukupkah kita hanya menghafal dan memahami ideologi ini? Jawabannya tentu tidak.
Semangat Kartini harus diterjemahkan dalam tindakan nyata dengan memahami dan melawan stereotip gender yang masih melingkupi masyarakat kita hingga hari ini. Diskriminasi dan stereotip terhadap perempuan masih ada: dalam pendidikan, di tempat kerja, dalam kepemimpinan, dan dalam kehidupan sehari-hari.
Semangat Kartini melawan stereotip ini tercermin dalam kata-katanya yang begitu inspiratif, "Kami dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita seutuhnya." Kalimat ini mengajarkan kepada kita bahwa menjadi perempuan bukanlah hal yang membuat kita berada dalam posisi yang lebih rendah atau berhak mendapatkan hak yang lebih sedikit. Kita semua, perempuan maupun laki-laki, memiliki hak yang setara untuk menjadi manusia sepenuhnya dalam setiap aspek kehidupan.
Dengan memperingati Hari Kartini, kita tidak hanya menempelkan spanduk atau memasang flyer, tetapi juga diminta untuk merefleksikan bagaimana kita dapat melanjutkan perjuangannya. Dalam perjalanan melanjutkan perjuangan Kartini, penting bagi kita untuk mempelajari dan mamahami filsafat feminisme.
Filsafat feminisme dapat memberikan fondasi yang kuat dalam melanjutkan perjuangan ini karena dalam konteks filosofi feminisme, kesetaraan gender merupakan pilar utama.
Filsafat feminisme menegaskan bahwa perempuan memiliki hak yang sama seperti laki-laki untuk mendapatkan kesempatan, perlakuan yang adil, dan penghormatan yang pantas dalam segala aspek kehidupan. Ini termasuk hak atas pendidikan yang layak, kebebasan berpendapat, partisipasi politik, dan akses yang setara di tempat kerja.
Filsafat feminisme memperjuangkan perubahan dalam sistem sosial yang masih didominasi oleh ketidakadilan gender. Ia menantang struktur patriarki yang membatasi perempuan dengan mempertanyakan norma dan stereotip yang mempengaruhi cara kita memandang peran dan kemampuan perempuan dalam masyarakat.
Filosofi ini mendorong perempuan untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas, mengambil kendali atas hidup mereka, dan menentukan pilihan tanpa takut akan penilaian atau diskriminasi.
Dalam konteks perjuangan melawan stereotip, filsafat feminisme memberikan pemahaman mendalam tentang dampak yang diakibatkannya. Stereotip gender tidak hanya memengaruhi persepsi dan kesempatan perempuan, tetapi juga membatasi persepsi dan harapan yang diberikan masyarakat terhadap laki-laki.
Filsafat feminisme mengajarkan pentingnya peleburan batasan gender yang sempit dan mendorong pembentukan masyarakat yang inklusif dan setara bagi semua individu.