Lihat ke Halaman Asli

Realita dan Harapan

Diperbarui: 14 Oktober 2017   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berisik dalam layar. Bungkam dalam tatap. Hal yang selalu terulang. Jika menyangkut orang yang disuka. Mungkin terdengar pengecut. Namun itulah adanya. Tak bisa ku beralasan untuk menghindar. Untuk apa pikirku.

Berisik. Rusuh. Semua kulakukan. Untuk menyembunyikan diri yang sebenarnya. Dengan harapan bisa melihatnya tertawa. Atau tersenyum pun cukup. Cukup untuk membuatku bahagia.

Tersenyum sendiri. Saat ku bergumul dengannya dalam layar. Panas di pipi. Saat ku berpapasan dengannya dalam tatap. Walau mungkin tatapnya bukan untukku. Namun tetap terasa. Detak di dada. Panas di muka.

Jika boleh ku berharap. Harapan ku hanya satu. Aku berharap kau bisa melihat. Melihat sekitarmu. Mengerti akan sekitar. Karena sifat tidak hanya satu. Sifat tidak hanya yang terlihat. Dan kau bisa mulai melihatku. Dan mengerti aku. Namun apadaya. Itu hanyalah sebuah angan. Angan yang sangat kecil kemungkinan untuk terjadi. Namun tetap kupertahankan.

-Res

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline