Kota Malang, yang dikenal sebagai salah satu kota perdagangan dan pariwisata, menyimpan potensi besar dalam berbagai sektor. Salah satunya adalah kelapa, komoditas yang banyak dijual di Pasar Blimbing. Namun, di balik melimpahnya komoditas ini, terdapat persoalan serius: limbah kelapa seperti sabut dan tempurung sering kali dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan. Setiap harinya, pasar ini menghasilkan sekitar 100 kg limbah kelapa, terdiri dari 60% sabut, 30% tempurung, dan 10% sisa daging kelapa, yang berpotensi menjadi pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Menjawab tantangan tersebut, sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) mengambil langkah inovatif. Mereka menggagas program pengabdian masyarakat untuk mengolah limbah kelapa menjadi briket ramah lingkungan dengan nilai jual tinggi. Program ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi limbah, tetapi juga memberikan peluang ekonomi baru bagi para pelaku usaha kecil di pasar.
“Limbah kelapa sering dianggap tidak berguna, padahal memiliki potensi besar jika diolah dengan benar. Kami ingin menunjukkan bahwa dari sesuatu yang dianggap sampah, dapat lahir produk yang bermanfaat,” ujar Bagas Raditya Pramana, ketua tim pengabdian mahasiswa UM.
Proses Pembuatan Briket yang Sederhana namun Efektif
Dengan pendekatan berbasis teknologi sederhana, mahasiswa mengajarkan cara mengolah tempurung kelapa menjadi briket melalui proses berikut:
1. Pengumpulan Bahan: Tempurung kelapa kering dikumpulkan dari para pedagang.
2. Pembakaran: Tempurung dibakar hingga menjadi arang.
3. Penghancuran: Arang dihancurkan menjadi serbuk halus.
4. Pencampuran: Serbuk arang dicampur dengan sedikit air.
5. Pencetakan: Campuran tersebut dicetak menggunakan alat sederhana.
6. Pengeringan: Briket dijemur hingga benar-benar kering dan siap digunakan.