Lihat ke Halaman Asli

Bagas Prabowo Adi

Teologi | Pemuridan

Sakramen Perjamuan Kudus di Masa Pandemi

Diperbarui: 11 September 2021   19:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti yang telah diketahui bahwa seluruh dunia saat ini sedang melawan musuh bersama yaitu Virus Corona yang telah dinyatakan sebagai pandemi global oleh WHO sejak Februari lalu. Virus Corona atau Covid-19 telah mengakibatkan kelumpuhan di berbagai bidang sektor seperti sektor ekonomi, pariwisata, pendidikan, bahkan dalam lingkup gereja sendiri.

Terkhusus dalam lingkup gereja, begitu banyak gereja pula yang terdampak dari pandemi ini. Hampir semua aktivitas gerejawi harus berhenti atau beralih ke media online. Beberapa kegiatan mungkin dapat dilaksanakan secara online, tetapi tidak semua kegeiatan gerejawi mudah dilakukan secara online, seperti sakaramen baptisan dan perjamuan kudus. 

Perjamuan kudus misalnya, apakah tidak memungkinkan sama sekali untuk dilakukan sakramen tersebut di masa pandemi seperti saat ini? Mengingat himbauan (bahkan larangan) dari pemerintah untuk meniadakan perkumpulan (apalagi dalam jumlah besar) sudah ditaati oleh banyak gereja. Hanya beberapa gereja yang masih bersikeras mengadakan ibadah konvensional dan melibatkan Jemaat besar.

I.       Prinsip Dasar Perjamuan Kudus

Sebagian besar gereja-gereja di Indonesia menyepakati bahwa tujuan dari Perjamuan Kudus adalah untuk memperingati atau pengenangan terhadap perjamuan terakhir yang dilakukan Yesus Kristus dan para murid. Dimana peristiwa itu juga menyiratkan tentang pengorbanan Yesus yang akan datang setelah perjamuan terakhir tersebut. Pengenangan yang dimaksud adalah tindakan anamnesis: mengingat yang menghadirkan kembali, bukan hanya mengingat masa lampau.

Perjamuan kudus dilaksanakan secara masal dalam sebuah gereja melibatkan pelayan ibadah, pemimpin jemaat/Pendeta dan para Jemaat. Dalam perjamuan kudus kita diminta untuk mengingat kembali pengorbanan Kristus di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Roti menjadi lambang daging Kristus, sedangkan anggur menjadi lambang darah Kristus (Mrk. 14:22, 24; Mat. 26:26, 28). 

Dimana ketika kita meminum dan memakannya berarti kita menerima pengorbanan Kristus di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Seperti yang telah dinyatakan pula oleh PGI bahwa roti dan anggur merupakan tanda keselamatan dan kehidupan yang Allah berikan melalui Yesus Kristus.

Terlepas dari pemahaman yang lebih khusus dari setiap Gereja anggota, iman Kristen secara dasariah meyakini bahwa sakramen Perjamuan Kudus pada dirinya tidak memberikan keselamatan, namun menunjuk pada keselamatan yang dianugerahkan oleh Allah melalui Yesus Kristus yang mati dan bangkit, yang kita terima melalui iman percaya kita.

II.     Bagaimana Pelaksanaan Perjamuan Kudus di Masa Pandemi

Kita melihat bahwa di masa ini berkumpul menjadi salah satu hal yang dilarang oleh pemerintah dan berbahaya pula bagi para jemaat. Resiko penyebaran Covid-19 akan lebih tinggi bila banyak orang berkumpul. Lantas, bagaimana Perjamuan Kudus ini dapat dilaksanakan?

 Kita perlu melihat terlebih dahulu arti kata sakramen itu. Istilah "sakramen" (Latin: sacramentum) berasal dari Bahasa Yunani mysterion, yang berarti "sesuatu yang tersembunyi kini dibukakan". Yang terpenting bukanlah apa yang terlihat, tetapi makna di dalamnya. Dalam hal ini saya juga mengambil pandangan Calvin tentang sakramen karena Calvin memposisikan dirinya pada jalan tengah diantara pandangan Luther dan Zwingli saat itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline