Sistem tenaga listrik di Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari sistem interkoneksi 150 kV dan 70 kV yang disebut Sistem Minahasa dan sistem tenaga listrik 20 kV isolated. Sistem Minahasa telah terkoneksi dengan sistem tenaga listrik Provinsi Gorontalo dan kedepannya akan disambung sampai ke Tolitoli dan Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Sistem interkoneksi ini disebut Sistem Sulawesi Bagian Utara (Sulbagut). Sistem Minahasa melayani kota dan kabupaten seluruh Provinsi Sulawesi Utara yang berada di daratan.
Sedangkan sistem tenaga listrik 20 kV melayani kota/daerah yang berlokasi di kepulauan yaitu Kabupaten Kepulauan Sitaro, Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud, termasuk sistem isolated pulau terluar Indonesia yaitu Pulau Miangas, Marore dan Marampit.Untuk meningkatkan jam nyala sistem isolated yang di dominasi oleh PLTD direncanakan dapat dikembangkan dengan pembangkit tenaga terbarukan seperti PLTMH, PLTB, PLTBm dan PLTS sesuai dengan potensi setempat dan memenuhi keseimbangan antara suplai dan demand, meningkatkan keandalan sistem setempat dan memenuhi prinsip keekonomian (menurunkan biaya pokok penyediaan sistem).
Sulawesi Utara memiliki potensi sumber energi terbarukan yang cukup besar berupa panas bumi hingga 185 MW yang tersebar di Kotamobagu, Klabat Wineru, dan Lahendong. Dari potensi panas bumi tersebut, yang sudah dieksploitasi sebesar 120 MW yaitu PLTP Lahendong unit 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Kendala yang dihadapi untuk mengembangkan potensi panas bumi dan beberapa tenaga air yang cukup besar adalah masalah status lahan dimana sebagian besar potensi tersebut berada di kawasan hutan cagar alam Gunung Ambang di Kabupaten Bolaang Mongondow.
Beberapa potensi tenaga air yang dapat dikembangkan menjadi PLTA dan terdapat di kawasan tersebut adalah Poigar III (20 MW). Potensi energi air yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik yang diperkirakan sekitar 278,4 MW yang tersebar di 33 lokasi. Untuk daerah pulau-pulau, sumber energi primer yang tersedia adalah tenaga angin dan radiasi matahari.
Mengingat karakteristik tenaga angin dan tenaga matahari yang tidak kontinu (intermittent), maka untuk pengembangannya lebih cocok dibuat hybrid dengan PLTD eksisting. Selain potensi energi di atas, terdapat potensi pengembangan PLTSa di daerah Manado sebesar 20 MW.
Pada artikel ini tim kami yang merupakan Mahasiswa program Magister Teknik Elektro Teknik Tenaga Elektrik Institut Teknologi Bandung pada kelompok kajian Ekonomi Energi akan mereview RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) dan melakukan analisis skenario optimalisasi pengembangan energi hijau atau energi baru dan terbarukan pada kelistrikan Sulawesi Utara.
Dewan Energi Nasional (DEN) sebagai perumus kebijakan energi nasional telah menyiapkan skenario transisi energi menuju net zero emission/bebas emisi salah satunya dengan membuat peta jalannya. Sektor energi merupakan salah satu penyumbang terjadinya perubahan iklim selain sektor kehutanan, lingkungan, dan transportasi. Kemudian hasil dari pertemuan COP 26 Glasgow yang berisikan bahwa Indonesia menargetkan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dengan catatan adanya dukungan dari internasional untuk pendanaan dan teknologi dan tidak mengganggu availaibility serta affordability.
Oleh karena itu, DEN mendorong skenario transisi energi menuju NZE 2060. DEN juga telah melaksanakan sidang anggota untuk keenam kalinya pada 2021 dengan agenda antara lain peta jalan transisi energi menuju NZE 2060. Dalam mencapai target nol emisi, pemerintah tengah menerapkan lima prinsip utama, yaitu peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).
Berdasarkan RUPTL proyeksi kebutuhan listrik ini sudah memperhitungkan kebutuhan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diantaranya KEK Bitung dan potensi pelanggan besar lainnya di Provinsi Sulawesi Utara. Untuk melayani kebutuhan KEK dan potensi pelanggan besar lainnya tersebut, PLN sudah menyiapkan infrastruktur tenaga listrik (pembangkit, transmisi, dan gardu induk). Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik sampai dengan tahun 2030 direncanakan tambahan pembangkit baru termasuk pembangkit energi baru dan terbarukan seperti PLTM dan PLTS.
Mengingat sifat PLTS yang intermittent dalam rangka membantu pengelolaan sistem dalam mengoperasikan pembangkit intermittent diperlukan forecasting dari angin ataupun solar sehingga membantu memverifikasi dari forecasting yang disampaikan oleh pengelola pembangkit. Karena jika terjadi deviasi yang terlalu besar antara data projected dengan realisasi akan membuat penyiapan spinning reserve menjadi tidak akurat. Selain itu, sifat intermittent dari PLTS dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada stabilitas sistem kelistrikan di Sulawesi Bagian Utara. Oleh karena itu, kesiapan pembangkit follower sangat dibutuhkan. Opsi lain adalah dengan menyediakan Battery Energy Storage System (BESS) sehingga dampak intermittency PLTS terhadap sistem dapat dieliminasi.