Saat itu, sekitar di tahun 2020, ketika kesadaran akan kesehetan semakin meningkat, kita pasti menjumpai banyak sekali restoran yang menjual menu-menu sehat, sampai dibantu untuk dihitung kalorinya supaya dapat "menambah" nilai jual dari produk yang mereka tawarkan.
Memang betul dan itu adalah label tambahan yang sangat membantu bagi mereka yang memiliki pertimbangan dengan asupan kalori harian.
Selain itu, ada lagi inovasi lain bahwa makanan yang rendah kalori tapi tetap manis, alhasil pemanis stevia, yang manisnya 200-300x dari pada gula sukrosa, dipilih sebagai pemanis alami yang hampir tidak ada kalori.
Sehingga, kalori makanan manis yang biasanya "menyeramkan" seperti kue dan es krim, bisa "ditekan" supaya tetap rendah.
Lalu, inovasi selanjutnya, banyak yang menggemakan tentang makanan yang berbahan dasar tumbuhan atau kita sebut sebagai plant based.
Pada saat itu (hingga sekarang), makanan berbahan dasar tumbuhan ini cukup menghebohkan pasar industri pangan karena mampu mengubah persepsi kebanyakan orang.
Apa yang diubah? Jadi, inovasi ini mengubah sudut pandang bahwa makanan dari tumbuhan tidak akan pernah bisa menyerupai seperti daging-dagingan. Ternyata pas dicoba, hasilnya bisa mirip dan akhirnya banyak yang menyukainya.
Nah, akhirnya sampai di pembahasan utama saya, yang ingin menekankan tentang pangan alternatif khusus untuk penderita masalah klinis tertentu.
Sebut saja, kita diperkenalkan dengan makanan yang bebas gluten dan "susu" dari tumbuhan seperti oat dan kacang kedelai. Di momen yang sama saat itu, kedua pangan ini seakan diperkenalkan sebagai alternatif yang lebih menyehatkan dibandingkan makanan yang mengandung gluten dan susu hewani (untuk susu hewani saya menekankan di sapi ya).
Pada akhirnya, dibantu dengan adanya peran seseorang yang FOMO (Fear of Missing Out), mampu memberikan dampak (influence) besar, sehingga banyak pengusaha yang akhirnya mencoba beralih atau memberikan varian lain dalam produknya mereka.