Apakah di antara kita semua pernah mengucapkan jargon "wah ini yang buat lagi kepengen menikah" untuk makanan yang keasinan? Atau "wah ini yang buat lagi kepengen punya anak" untuk rujak yang terlalu asam?
Sebetulnya masih banyak jargon-jargon demikian untuk menggambarkan betapa "kacaunya" rasa makanan yang kita konsumsi. Meskipun agak nyeleneh, tetapi kejadian ini menarik perhatian saya yang menggelitik perasaan saya untuk membahas mengapa hal seperti ini bisa terjadi?
Sebetulnya, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi rasa dari makanan yang kita konsumsi, salah satunya mood. Suasana hati atau yang kita sebut sebagai mood merupakan faktor utama yang mempengaruhi panca indera kita. Oleh karena itu, makanan yang enak pun bisa jadi tidak enak dan ketika kita sedang memasak pun, hasilnya juga bisa jadi masakan yang tidak enak. Kok bisa ya?
Kedua kegiatan tersebut (mengonsumsi dan memasak) itu pasti menggunakan panca indera penciuman dan pengecap. Ketika suasana hati berubah, kedua indera tersebut menjadi terkena dampak akibat perubahan suasana hati. Selama terjadinya perubahan suasana hati, ada tiga hormon yang dihasilkan oleh otak, yaitu serotonin, dopamin, dan kortisol. Ketiga hormon ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi panca indera kita ketika sedang menikmati makanan / minuman.
Mari, saya bantu jelaskan bagaimana mekanisme perubahan suasana hati dapat mempengaruhi panca indera kita dalam menikmati suatu hidangan.
Jadi, ketika seseorang sedang menikmati makanan, suasana hati dapat memengaruhi persepsi rasa melalui beberapa mekanisme biologis dan psikologis. Bagaimana mekanisme keduanya bisa berkesinambungan?
Hormon dan Perasaan
Seperti pada penjelasan singkat di atas, ketiga hormon tersebut diproduksi di otak berdasarkan suasana hati kita. Saat sedang bahagia, tubuh memproduksi lebih banyak hormon serotonin dan dopamin, yang dapat meningkatkan sensitivitas rasa manis dan gurih. Sebaliknya, saat suasana hati buruk, produksi hormon stres seperti kortisol meningkat, yang dapat menumpulkan persepsi rasa tertentu, seperti rasa manis, atau malah membuat makanan terasa terlalu asin.
Fokus dan Kesadaran:
Dalam kondisi rileks, kita cenderung lebih fokus menikmati makanan. Kita jadi lebih menghargai dan merasakan setiap rasa dan tekstur dari makanan yang kita konsumsi. Sebaliknya, kalau kita sedang stres, perasaan kita menjadi teralihkan dan perhatian dari rasa makanan sudah tidak menjadi fokus utama. Oleh karena itu, membuatnya terasa kurang nikmat meskipun bahannya sama.
Efek Nostalgia:
Suasana hati yang positif dapat memperkuat kenangan menyenangkan tentang makanan tertentu. Misalnya, aroma dan rasa hidangan tertentu bisa membawa kembali kenangan indah, yang pada akhirnya meningkatkan cita rasa dari makanan itu. Apalagi kalau ternyata makan itu masih sama seperti dulu. Pasti nostalgianya akan terasa lebih bermakna dan bahkan bisa saja sampai terharu? Hahaha
Pengaruh Suasana Hati pada Pembuat Masakan
Nah, tadi kan pembahasannya untuk kita sebagai penikmat makanan. Ternyata, sebagai pembuat masakan, suasana hati sangat berpengaruh dan mereka harus benar-benar bisa menjaga suasana hati agar tetap menyajikan hidangan yang nikmat. Karena suasana hati dapat mempengaruhi tidak hanya dari kemampuan teknis, tetapi juga energi yang mereka curahkan ke dalam masakan.
Kreativitas dalam Masakan: