Saya terbiasa berseluncur di media sosial untuk mendapatkan informasi terbaru dari tren yang sedang muncul, terutama dalam bidang sains dan pangan.
Benar saja, pada hari saya menulis artikel ini, saya menemukan suatu peristiwa yang mungkin pernah menjadi perdebatan banyak orang, yaitu tentang otentisitas suatu makanan.
Apalagi, di Indonesia, adalah negara dengan beragam kebudayaan dan daerah, sudah pasti setiap wilayah memiliki makanan khasnya masing-masing. Hal ini tercipta, karena setiap wilayah memiliki profil cita rasa yang berbeda-beda, dan tentu saja tidak dapat dinikmati secara masyarakat umum.
Apa contohnya? Soto. Soto ini adalah makanan yang cukup populer di semua kalangan masyarakat, makanan dengan kuah yang gurih, berisi daging, sayur, dan bawang goreng.
Tapi kenyataannya apakah hanya begitu saja? Tentu saja tidak, soto itu adalah makanan yang memiliki banyak versi, seperti soto lamongan, soto kudus, soto banjar, soto banjarnegara, soto padang, soto bogor, soto surabaya, soto betawi, dan banyak soto versi lainnya.
Dari hidangan soto ini saja, racikannya sudah banyak sekali, ada yang pakai koya (bubuk kerupuk udang), pakai kuah santan, ada ditambahin kental manis, ada yang bening, ada yang dikasih kunyit (kuah kuning), kemudian lauknya ada yang pakai ayam, daging sapi, jeroan, kikil, ada yang pakai tauge, bihun, mi, risol, dan banyak sekali variasinya.
Nah, jika demikian, apa otentiknya dari sebuah hidangan soto? Sotonya itu sendiri sudah banyak variasinya loh.
Oke, pertanyaan baru muncul seperti ini, Oke namanya otentik kita berbicara tentang asal daerahnya dong? Masa hidangan sotonya aja? Nah, kalau begitu mari kita pakai contoh kasus seperti ini, saya ingin menjual soto Lamongan di Indonesia (Jakarta) dan di Australia.
Bahan bakunya tentu saya beli lokal di masing-masing negara. Soto Lamongan ciri khasnya, yaitu menggunakan koya. Jadi, koyanya saya buat dari bahan-bahan lokal ini.
Target pasar saya adalah orang Indonesia, baik itu yang tinggal di negara sendiri atau pun di Australia. Setelah dijual, saya mendapatkan komplain bahwa soto Lamongan saya tidak otentik, baik itu di Indonesia atau pun di Australia.