Suatu hari ketika kita datang ke rumah makan, pasti ada satu kali kejadian bahwa makanan itu terasa sangat enak. Karena begitu enak, akhirnya kita mendatangi rumah makan itu beberapa kali, hingga akhirnya menjadi terkenal dan kita kesulitan mendapatkan tempat duduk. Solusinya, ya kita bawa pesan dan bawa pulang (take away). Setelah dibawa pulang dan dinikmati di rumah, ternyata rasanya menjadi tidak enak. Sebagai berbagi pengalaman, saat itu saya membeli mi ayam di salah satu rumah makan (spesialis mi ayam) dan saat saya makan, rasanya enak. Perpaduan bumbu ayam, ceker, tekstur mi yang kenyal, sayuran yang masih garing, sungguh perpaduan yang menurut saya oke. Hingga akhirnya, karena ramai, saya bawa pulang menu yang sama dan ternyata rasanya berubah, jadi tidak pas sama sekali.
Akhirnya tetap saya habiskan meskipun dengan rasa yang sedih karena tidak seenak saat makan di rumah makan itu. Setelah bercerita pengalaman ke kerabat, ternyata mereka merasakan hal yang sama dengan saya. Bahkan lucunya ada yang berpendapat bahwa restoran itu menggunakan "alat bantuan" lain yang dapat menarik pengunjung dan sebagai imbasnya apabila makanan itu dibawa pulang, rasanya tidak enak.
Bagi saya, mungkin bisa jadi tapi pasti ada fakta sains yang melibatkan kenapa hal itu bisa terjadi. Mari kita bedah misteri kenapa makan di tempat itu lebih enak dari pada dibawa pulang.
Seperti yang kita ketahui, bahwa mau apa pun jenis hidangannya baik itu makanan cepat saji atau yang baru dimasak, hidangan itu diserahkan kepada kita dalam keadaan panas. Setelah kita mendapatkan makanan itu, paling kita tinggal di meja, pergi untuk ke toilet atau sekedar mencuci tangan, dan akhirnya kita menikmati makanan itu selagi hangat.
Seperti pada artikel yang pernah saya buat di sini, rasa dan aroma itu akan muncul ketika hidangan itu masih dalam keadaan panas. Mengapa? Karena zat yang terkandung di dalam bumbu dan rempah itu bersifat volatil dan akan keluar di suhu panas. Keluarnya aroma itu yang mempengaruhi nafsu makan kita.
Jadi, cara kerja sistemnya, yaitu aroma akan diterima oleh sensor penciuman yang ada di hidung, kemudian sinyal itu akan dikirim ke otak. Lalu dari otak akan diproses dan dikirim ke saluran pencernaan, merangsang lambung memproduksi hormon Ghrelin yang membuat kita memiliki nafsu makan. Aroma yang nikmat akan membuat otak kita menjadi "terpuaskan" sehingga kita akan memiliki ekspektasi bahwa makanan itu enak.
Selanjutnya, soal rasa juga dapat dipengaruhi oleh suhu makanan itu. Karena suhu yang panas, makan ada reaksi kimia yang terjadi pada masakan tersebut, seperti contohnya reaksi Maillard yang membuat hidangan menjadi sedikit kecoklatan dan menambah sensasi rasa yang baru. Selain itu, adanya pengaruh reaksi kinetik yang terjadi pada struktur kimianya, dapat mempengaruhi cita rasa dari makanan atau minuman itu. Contohnya, seperti kita mengaduk gula di air yang hangat, gula tersebut akan lebih cepat larut dibandingkan di air yang dingin.
Oleh karena meningkatnya daya larut dari zat itu, distribusi rasa dan juga lebih mudah diterima oleh sensor perasa di lidah. Makanya ketika kita ingin mencicipi hidangan, selain karena "mumpung lagi di masak" ternyata, fakta sainsnya adalah kalau dicicipi saat dingin, maka rasanya akan bias, atau tidak sesuai.
Memang tidak selalu makanan yang dibawa pulang rasanya menjadi tidak enak. Ada kalanya, makanan yang dibawa pulang pun tetap terasa enak. Artinya, memang makanan tersebut dibuat dengan benar-benar matang dan semua bumbunya dapat meresap dengan baik. Pemberian takaran bumbu yang pas, cara memasak dengan teknik yang tepat, dan cara penanganan "take away" yang sesuai dapat membantu makanan itu tetap dalam kondisi yang baik.