Lihat ke Halaman Asli

Kajian RUU Penanggulangan Bencana, Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penaggulangan Bencana

Diperbarui: 8 Februari 2021   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pandemi Covid 19 yang telah terjadi hampir 1 tahun menjadi bencana non alam yang sangat berpengaruh terhadap segala sendi kehidupan. Dalam menanganinya, diperlukan penanggulangan bencana terstruktur dan sistemanis. Karena pandemic Covid 19 ini merupakan bencana kompleks yang harus ditangani secara extraordinary.

Bukan hanya itu, akhir-akhir ini bencana banjir, gunung meletus, longsor sudah mulai banyak terjadi di seluruh penjuru negeri. Seperti bencana  Gunung Semeru meletus, banjir Cilacap, & banjir Aceh yang terjadi akhir-akhir ini.

Hal ini tentu saja membuat semakin rumitnya system penanggulangan bencana. Covid 19 masih merebak ditambah lagi bencana alam yang kian berdatangan.  

Untuk itu diperlukan regulasi penanggulangan bencana yang terencana, terkoordinasi dan terpadu untuk menjawab dan menangani semua bencana yang terjadi. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sebagai dasar peraturan pelaksanaan penanggulangan bencana saat ini dirasa kurang efektif.

Oleh karena itu, diperlukan langkah revisi undang-undang ini demi menciptakan iklim penanggulangan bencana yang lebih baik. Ada beberapa poin yang menjadi focus revisi undang-undang ini :

1. Penegasan bahwa yang termasuk dalam lingkup bencana adalah bencana alam dan nonalam, sehingga bencana sosial yang di dalamnya terdapat terorisme dan konflik sosial tidak termasuk dalam cakupan undang-undang ini. Permasalahan ini sudah ditangani oleh UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

2. Kepastian Status Keadaan Darurat Bencana dalam Penetapan Status dan Tingkatan Bencana.

3. Penjelasan tugas dan kewenangan lembaga kebencanaan tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Demikian pula fungsinya dalam penetapan kebijakan, koordinasi dan komando pelaksanaan dan lembaga pelaksananya. Dalam perubahan ini diusulkan lembaga / dewan pengarah kebijakan yang bersifat multisektor. Penanggulangan bencana merupakan urusan bersama yang melibatkan multi-pihak, multi-disiplin dan multi-sektor. Jadi peran pemerintah, swasta, dan masyarakat diatur secara sistematis dalam menangani bencana.

4. Menekankan peran masyarakat, lembaga usaha dan lembaga internasional saat prabencana, darurat bencana, maupun pascabencana. Masyarakat, lembaga usaha dan lembaga internasional yang berperan aktif dalam membantu pemerintah dalam penanggulangan bencana harus diakomodasi di undang-undang ini. Peran asuransi jiwa atau barang juga perlu dimasukkan dalam penanganan prabencana untuk meminimalisir kerugian akibat bencana.

5. Pengadaan asuransi kebencanaan nasional yang digunakan untuk penanganan bencana. Asuransi ini bisa dibuat system per kabupaten/kota untuk membayarkan premi asuransi bencana kabupaten/kota tersebut.

6. Pengalokasian dana APBN sekurang-kurangnya 2 %  untuk penanganan bencana. Bukan hanya APBN akan tetapi, pemerintah daerah melalui APBD juga wajib menganggarkan dana untuk penanggulangan bencana ini sekurant-kurangnya 1% dari APBD.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline