Gelap, Begitulah kesan yang kita rasakan saat berusaha mencari kunci di malam tanpa penerangan, jika dunia terus-terusan terbenam dalam krisis energi yang semakin berperangan. Hal tersebut tentu saja merupakan trending topik yang menjadi pokok pembahasan krusial, hingga diperdebatkan oleh beberapa aliansi agensi sejumlah negara hampir diseluruh belahan dunia.
Kita perhatikan dalam beberapa dekade terakhir ini saja, isu krisis energi muncul bak aktris yang sedang naik daun dengan selalu eksis menjadi sorotan utama di panggung global. Ketakutan akan kelangkaan sumber daya energi dan dampaknya yang merugikan terhadap lingkungan, membuat sejumlah negara gentir hingga tak karuan. Menelisik polemik perombang-ambingan tersebut, Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, dirasa pada posisi yang unik dalam menghadapi tantangan ini.
Berbicara cepat tanggap penanganan krisis energi sendiri, negara ini layaknya peribahasa bagai intan permata di dalam lumpur, di mana paling tepat menggambarkan kegelimpahan potensi energi yang luar biasa namun apa yang menjadi manifestasi belum teroptimalkan sepenuhnya. Berbagai macam kontroversional seperti kendala infrastruktur yang kurang memadai hingga proses produksi yang belum efisien selalu menjadi celah gantung diri dengan menjadikan tameng perlindungan kesiasatan, bahwa kedua pernyataan tersebutlah alasan faktor utama keadaan penyumbatan kemajuan sektor energi di Indonesia. Akibatnya, sudah bukan rahasia umum lagi kalau negara ini masih menghadapi krisis energi yang termanifestasi dalam seringnya pemadaman listrik, terutama di daerah-daerah terpencil.
Kecenderungan penggunaan energi fosil yang masih signifikan serta keadaan iklim global yang semakin kritis, seharusnya membuka lebar-lebar pandangan kita dalam perjalanan kondisi sekarang ini, yang tanpa disadari perlahan menuntun menuju jurang kejerumusan. Dalam menghadapi perang polemik krisis energi, sebuah negara perlu mengadopsi pendekatan berkelanjutan yang berfokus pada inovasi efisiensi terbarukan. Hal tersebut membutuhkan keterlibatan dari pihak pemerintah maupun sektor swasta, yang sudah selayaknya menjalankan perannya untuk memanifestasikan kebijakan dengan mendorong investasi dalam energi terbarukan dan keberlanjutan.
Dari pengelolaan aspek fundamental tersebut, tentu kita memiliki potensi besar untuk menjadi adidaya kontributor global dalam penyediaan energi berkelanjutan. Dengan ditopang aksi realisasi inovasi yang cerdas dan progresif tentunya. Hingga pada puncaknya, Indonesia dapat mewujudkan tujuannya sebagai negara yang memiliki kemandirian energi serta berperan aktif dalam mengatasi krisis energi global seperti yang tertera dalam tujuan Indonesia Emas 2045.
Namun, untuk mencapai sebuah kemandirian energi, dukungan dari berbagai pihak sangatlah berperan penting. Pemerintah perlu mendorong kebijakan yang mendukung investasi dalam sektor energi berkelanjutan. Insentif fiskal dan perlindungan hukum bagi pelaku industri energi terbarukan seharusnya menjadi sebuah prioritas yang tanpa batas. Dalam konteks ini, kolaborasi antara Indonesia dan universitas dalam negeri menjadi fondasi yang kuat untuk mencapai tujuan kemandirian energi yang ambisius.
Universitas sendiri merupakan pusat pengetahuan dan inovasi yang penting. Kolaborasi antara universitas dengan pemerintah dan sektor industri adalah langkah yang kritis dalam menggerakkan inovasi berkelanjutan. Dalam konteks energi, universitas dapat berperan sebagai sumber penelitian dan pengembangan, kolaborasi inilah yang dapat menghasilkan solusi inovatif dengan memadukan keahlian akademis dan kebutuhan praktis dalam menciptakan sistem energi yang berkelanjutan.
Sebagai contoh, sesuai keterlibatannya dengan krisis energi, dunia sains fisika memainkan peran sentral dalam pemahaman dan penerapannya, riset di bidang fisika dan teknologi material sendiri memegang rantai kelas atas dengan berpotensi menciptakan energi terbarukan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Upaya utama transfer pengetahuan oleh pihak universitas ini, dinilai sangat berperan strategis karena menjadi kemampuan fundamental dalam penyediaan tenaga ahli yang meliputi aspek perancangan dan pemproduksian.
Sementara itu, sektor swasta seperti perusahaan energi juga dapat melakukan investasi dan pengembangkan infrastruktur yang mendukung penggunaan energi bersih. Lembaga keuangan pun ikut terlibat berperan dalam memberikan dukungan finansial pembangunan proyek-proyek energi terbarukan yang inovatif. Tidak hanya lembaga pemerintah dan swasta saja, lembaga non-pemerintah seperti organisasi lingkungan hidup dan masyarakat sipil juga memiliki peranan penting dalam mengatasi krisis energi dengan memberikan pengawasan, memobilisasi opini publik, dan melakukan kampanye kesadaran tentang energi terbarukan dan pentingnya keberlanjutan energi.
Semua lembaga ini saling terkait dan bekerja sama dalam upaya mengatasi krisis energi. Berdasarkan publikasi jurnal "The Role of Government, Academic Institutions, Private Sector, and Non-Governmental Organizations in Addressing Energy Crisis" juga menuliskan penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga riset energi terkemuka, menunjukkan presentase ideal dalam kontribusi lembaga pemerintah, akademik, swasta, dan non-pemerintah dalam mengatasi persoalan krisis energi adalah sebesar 40% untuk lembaga pemerintah, 30% lembaga akademik, 20 persen sektor swasta dan 10% lembaga non-pemerintah. Penelitian ini menekankan pentingnya kolaborasi yang seimbang dan terkoordinasi antara berbagai lembaga dalam menangani permasalahan yang ada.