Lihat ke Halaman Asli

Bazaruddin Ahmad

Berkaryalah

Bait Pahit

Diperbarui: 7 Januari 2016   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kukunjungi lagi batas provinsi ini, Prambanan. Sebuah candi yang menyimpan kisah cinta bandung wondowoso pada putri loro jonggrang. Cinta sebelah tangan yang membuat bandung wondowoso tega mengutuk gadis pujaannya menjadi patung ke-1000. Di situ jua awal kisah kita terekam. Sebuah kenangan yang enggan berhenti mengejarku Tapi kisah kita lain, tak jelas siapa yang patah hati. Aku atau kau? Atau malah kita sama-sama merasakan cinta yang bertepuk sebelah tangan?

Ada sinar cerah di wajahmu saat aku mengiyakan ajakanmu untuk berkeliling berdua saja. Alasanmu bersama rombangan terlalu ramai dan riuh. Berdua saja lebih asyik, katamu. Aku tak mempedulikan alasanmu itu apa adanya atau hanya sekedar pembenaran semata. Benak lelaki sepertiku hanya dapat mensyukurinya.  Ya, sebelumnya tak ada gadis cantik sepertimu yang mau bercakap-cakap akrab denganku. Apalagi ketika kau memintaku untuk foto berdua. Semerbak wangi taman penuh bunga membanjiri sekujur jiwa.

Kau minta agar aku tak ragu berpose lebih dekat denganmu. Kedua tanganmu erat memegang payung untuk kita berteduh, dan tangan kananku bergerak sendirinya melingkari bahumu. Atas bantuan pengunjung lainnya, kilatan cahaya kamera mengambil gambar tubuh kita yang membelakangi Candi Siwa, Candi brahma, Candi Wisnu dan tumpukan batu-batu lainnya peninggalan masa lampau..

“Sebaiknya kita kembali ke rombongan” pintaku

“Untuk apa?” ketus manismu langsung kusuka.

“Kita belum mencatat laporan observasinya”

 “Aku sudah beli buku soal prambanan tadi, jadi tak usah khawatirkan soal laporan”

“Tapi..”

“Teman-teman kita paling melakukan hal yang sama” kalimatku terpotong olehmu.

Siang yang menyengat sudah tergantikan oleh tirai langit senja. Degup jantung kian terpacu kencang saat kau membawaku semakin jauh dari rombangan. Awalnya aku berpikir akan mencuri kesempatan untuk lari darimu, tapi justru karena sikap anehmu itulah aku berlaku patuh. Meski begitu, tetap saja aku agak mendesakmu pulang.

“Sudah waktunya kita ke parkiran, kawan-kawan dan dosen pasti sudah lama menunggu kita. Ayolah!”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline