Lihat ke Halaman Asli

Bazaruddin Ahmad

Berkaryalah

Rintik Hujan Tak Sampai

Diperbarui: 3 Januari 2016   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan turun seketika

Langit semakin sulit dimengerti. Entah karena didera efek rumah kaca atau memang ingin cari sensasi. Sekarang ini mendung tak lagi jadi petanda hujan. Bumi bisa basah seketika, tak peduli seperti apa langit menunjukkan wajah. Seperti siang ini, hujan menjebakku dalam perjalanan menuju tempat kerja. Untunglah, tersangkut di warung kopi. Setidaknya risau bisa diredam sedikit.

Dan aku juga tak kuasa menampik kebetulan yang kerap datang mengejutkan. Di depanku, muncul sosok perempuan. Tak perlu lama memastikan, ia adalah manusia yang sudah lama ingin kulupakan tapi selalu saja gagal. Mataku berkaca, matanya menyorot biasa. Senyumnya gembira, senyumku beraduk makna. Ia bersemangat bertanya kabar dan bercerita, sedang aku kian tak sabar mengharap hujan reda agar pertemuan ini segera bubar.

Tapi ternyata langit bersikap terbalik. Ia kian deras. Situasi membuat kami berada di satu meja. Tempias hujan memperciki punggung perempuan itu. Membuat ia beralih duduk tepat disampingku.. Ya Tuhan, debar itu datang kembali setelah dua tahun menguap.

“Wah, senang sekali. Tak kusangka ketemu abang lagi di sini”

“Sama, abang juga tak menyangka” jawabku

Andai saja ia tahu, sebenarnya yang tak kusangka adalah mengapa Tuhan tega mendamparkanku di tempat yang sama dengannya. Padahal, waktu itu sudah ratusan do’a kusampaikan, pisahkan aku sejauh-jauhnya bila ia bukan jodohku. Tapi, kenapa sekarang Dia hidangkan wajah manisnya lagi setelah dua tahun menjauhkannya dariku?

“Melamun apa? Kopinya nanti dingin”

Ampun, entah berapa detik atau bahkan menit aku menatap kosong sampai tak sadar kopi sudah tersaji dimeja.

“Aku tahu perokok sepertimu, pasti berkawan akrab dengan kopi. Makanya kupesan tadi”

Aku tersenyum, dia ternyata masih ingat. Padahal dulu ia selalu merungut bila ada laki-laki yang merokok di dekatnya. Kalian mencuri hak orang lain menghirup udara segar, begitu yang sering diocehkannya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline