Lihat ke Halaman Asli

Ibu dan Anakku

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ibu dan Anakku

Cerpen Badruzzamansilau

Entah kenapa, aku rasa aku sedang ingin memeluk ibuku malam ini. dengan amat erat aku memeluknya sambil membiarkannya bersandar diatas bahuku. Saat itu aku pun tak kuasa menahan air mata dan segala perasaan yang tercampur aduk di dalam hatiku. Perasan yang sudah terlalu lama kupendam dalam hatiku sendirian. Beberapa kata pun mulai terucap dari mulutku, seuntai kalimat demi kalimat pun mulai tersusun menjadi semua hal yang ingin ku ceritakan pada ibuku.

“Ibu, aku ingin bercerita padamu. Tentang semua kesedihan, kesakitan dan penderitaan batin yang telah aku alami”.

Sambil bercerita aku pun mulai teringat tentang semua kejadian yang pernah aku alami, semua hal pahit yang terus menerus datang dan menerpa kehidupanku dan ibuku.

Aku masih sangat ingat dan masih sangat jelas terbayang dalam benakku dimana saat aku masih kecil dulu. Waktu itu aku masih sangat kecil dan baru masuk sekolah dasar. Aku masih ingat saat ayahku dulu sering sekali mencubiti pipiku setiap kali aku akan berangkat kesekolah, dan lengkungan senyum ibuku yang sibuk dengan kentingan spatula membuatkan sarapan pagi kesukaanku dengan cukup gembira. Keluarga kami memang sangatlah sederhana, namun aku merasa cukup bahagia saat itu. namun saat aku mulai beranjak tumbuh, keharmonisan itu pun perlahan-lahan menghilang. Terlebih lagi setelah ayahku berubah darastis dan lebih ingat terhadap judi dan minuman dibandingkan dengan keluarganya sendiri.

Sejak saat itu, kehidupan keluargaku pun mulai serasa seperti neraka, ibuku jadi yang harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan rumah dan biaya sekolahku, sedangkan ayahku hanya bisa marah-marah, memukuli aku dan ibuku dan lalu menghabiskan uang dari hasil jerih payah ibuku untuk berjudi dan minum-minuman. Ibuku saat itu masih sangat bersabar dengan kelakuan ayahku itu, namun aku sudah tak tahan dan merasa sangat malu terhadap ejekan orang-orang dan teman-teman di sekolahku karena kelakuan ayah.

Kejadian buruk itu pun terjadi terus menerus selama beberapa tahun, hingga suatu hari ayahku pun  pergi meninggalkan kami bersama dengan perempuan lain. Hal itu semakin membuatku malu terhadap omongan orang-orang tentang keluarga kami, sedangkan ibuku menjadi orang yang sangat terpukul dengan kejadian itu. dan saat itu, hampr setiap malam aku memergoki ibuku menangis sambil memanggil-manggil nama ayahku. Dan lama-kelamaan ibuku pun mulai menjadi sakit-sakitan dan sudah tak mampu lagi bekerja memenuhi kebutuhan kami.

Sejak saat itu ekonomi kami pun semakin menipis, sedangkan kebutuhan kami semakin hari semakin menumpuk, Biaya sekolahku terbengkalai, hutang menumpuk dimana-mana dan obat-obatan ibuku pun sudah tak mampu lagi aku tebus di apotek. Saat itu aku tak tahu lagi harus berbuat apa, dan aku pun mulai tenggelam dalam putus asaan.

Hingga suatu saat, seseorang pun datang kepadaku dan berjanji akan membantuku untuk memenuhi semua kebutuhan keluargaku. Namun syaratnya, aku harus menyerahkan mahkota keperawananku kepadanya. Aku yang saat itu terlalu tenggelam dalam keputus asaan pun tak punya lagi pilihan yang harus kupertimbangkan, akhirnya aku pun lalu bersedia menerimanya dan perbuatan dosa itu pun akhirnya aku lakukan juga. Setelah itu, sesuai dengan janjinya laki-laki itu pun membeli keperawanan ku dengan harga yang cukup mahal, setidaknya itu cukup untuk memenuhi kebutuhan dan melunasi hutang-hutang kami pada tetangga.

Namun, itu pun hanya bertahan untuk sementara. Saat uang itu habis, aku pun tak punya cara lain yang bisa kulakukan selain meminta uang kembali pada lelaki itu. laki-kali itu pun lau bersedia memenuhi permintaanku, namun lagi-lagi, pria itu pun memintaku melakukan hal yang sama. Dan aku tak punya pilihan lagi selain menyetujuinya. Akhirnya, aku dan laki-laki itu pun jadi sering melakukannya, dan lama kelamaan pun aku mulai belajar melayani laki-laki lain. Dan kini aku sudah jadi perempuan binal yang bergantung pada hidung belang kaya untuk bisa memenuhi segala kebutuhan keluargaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline