Lihat ke Halaman Asli

Badruz Zaman

Engineer

Menalar Kemacetan Kemang

Diperbarui: 22 Mei 2022   06:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Saya ini orang baru di Jakarta. Barusan pindah ke Kemang beberapa bulan yang lalu. Sebelumnya saya tinggal di Malaysia 5 tahun lamanya. Ngomongin kemacetan di kota besar itu hal yang lumrah. Di mana-mana macet karena jumlah kendaraan yang jauh berimbang dengan jalan. 

Normalnya, macet itu punya siklus. Pagi, siang dan sore waktu pulang kantor. Tapi di Kemang ini macetnya sudah tidak bisa dinalar. Tidak ada habis-habisnya. Saya pernah tanya kepada teman yang sudah lama di Kemang. Jawabannya "ya Jakarta memang kayak gini". Kebanyakan orang di sini sudah menjadikan macet itu hal yang lumrah. Tidak perlu dipusingkan. Menurut saya itu hal yang salah. Macet itu masalah besar dan harus tetap disuarakan. Akan sangat berbahaya kalau pemangku kepentingan juga meng-amin-inya. 

Saya pernah iseng menghitung berapa seh kepadatan abang ojol kita di Jalan. Tidak sampai hitungan ke-10 selalu ada abang ojol kita yang lewat. Kalau dibikin garis putus-putus warna hijau yang merepresentasikan abang ojol, garis putus-putus ini akan ada sepanjang jalan. Saya tidak menyalahkan abang ojol, tapi itu kenyataanya. Itu yang ada di jalan, belum lagi yang ngetem di sepanjang trotoar. 

Ada banyak pusat hiburan, perkantoran dan destinasi menarik yang menjadikan orang datang ke Kemang. Saya tidak habis fikir di jalan yang sudah sempit dan macet, berdiri KFC, McD dan Starbukcs di ujung jalan. Tau sendirikan tempat itu sudah menjadi langganan kongkow-kongkow mulai anak kecil sampai orang dewasa. Baik yang hanya sekedar nongkrong sampai perayaan ulang tahun, anniversary dan macem-macem.

Sebagai pengguna trotoar, saya merasa bahwa pihak berwenang tidak serius menjaganya. Saya liat sudah banyak pembatas trotoar yang patah. Ada juga warung pinggir jalan yang mengotori trotoar dengan tumpahan minyaknya. Lantai batunya pun ada yang tercabut dan banyak yang tidak terpasang dengan baik. Secara pribadi saya lebih senang kalau trotoar itu tanpa ada pembatas tersebut. Saya pernah melihat pengendara motor yang menabrak tiang pembatas itu. Serem dan sangat berbahaya sebenarnya. Tapi saya memaklumi juga bahwa tanpa pembatas itu, mobil bisa saja nylonong masuk. 

Saya punya teman dari Belanda yang baru saja pindah ke Kemang. Saya tanya apa yang jadi concern pertama dia waktu pindah. Saya berfikir macet. Ternyata dia jawab polusi udara. Ya, itu adalah masalah lain dampak kemacetan yang luar biasa. Saya ingin katakan lagi bahwa macet itu masalah. Dan sebagai warga, kita harus terus mensuarakannya. Siapapun pemimpinnya.

Kalau boleh ikut urun ide, bahwa kemacetan itu terkait erat dengan tata kelola kawasan. Saya ingat betul ketika selama 3 bulan tinggal di Jerman. Pertama, bahwa kota itu harus terlihat jelas pembagian tata ruangnya antara pusat kota (centrum) sebagai pusat bisnis dan pemerintahan, pemukiman dan pendukungnya. Seperti Kemang misalkan, bahwa pembangunan pusat bisnis dan mall harusnya cuman berpusat pada satu titik. Kemudian di luar kawasan itu, harus dibangun pusat pemukiman beserta pendukungnya seperti toko menjual kebutuhan sehari-hari, pendidikan dan keagamaan. Kemudian transportasi umum harus baik. Baik itu kalau orang keluar rumah sudah bisa terus kelihatan halte bus.

Saya tahu bahwa nasi sudah menjadi bubur. Meskipun demikin saya berharap ada dari pihak berwenang terus berfikir dan melakukan studi yang komprehensif bagaimana cara menguraikan masalah ini. Saya yakin akan perlu berlu bertahun-tahun untuk menata tapi kalau tidak dimulai sekarang terus kapan lagi. Sebagai masyarakat biasa saya cuman bisa mengingatkan dan tentu saja akan senang kalau bisa membantu.

Salam hormat dari sudut pojok Kemang,

Selamat beraktifitas.   

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline